Perintisan SMU Terbuka dilakukan dengan tujuan memberikan kesempatan belajar bagi lulusan SLTP/MTs yang karena berbagai kendala sosial ekonomi, geografis, waktu, dan lainnya maka tidak/belum dapat mengikuti pendidikan pada tingkat SLTA. Pada tahun 2001 dilakukan pemantapan perintisan SMU Terbuka dengan melibatkan unsur pemerintah dearah dan unsur dinas pendidikan kabupaten/kota. Perintisan SMU Terbuka dilandasi oleh kerangka konseptual yang cukup matang baik dari segi teori, filsafat, pola pembelajaran, pola kelembagaan, maupun sistem jaminan kualitasnya
(quality assuranrea). Uji coba SMU Terbuka telah dilakukan pada tahun 2002/2003 di 7 lokasi.Upaya tersebut merupakan suatu perwujudan pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 yang mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur oleh undang-undang. SMU Terbuka dipandang sebagai salah satu alternatif layanan pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan setingkat SLTA , dengan kegiatan belajar yang bersifat fleksibel dan biaya yang relatif terjangkau oleh masyarakat luas.
Teori dan Konsep Model Pendidikan SMU Terbuka
Teori yang melandasi sistem SMU Terbuka adalah teori belajar mandiri.
Dari konsep teori belajar mandiri diatas, belajar mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Dari konsep teori belajar mandiri diatas, belajar mandiri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kegiatan belajar siswa tidak harus dilakukan dalam ruang kelas formal dengan tatap muka langsung dengan guru mata pelajaran.
2. Secara periodik siswa berkonsultasi dengan staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru) untuk memecahkan kesulitan dan masalah belajar.
3. Secara teratur siswa belajar dan menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
SMU Terbuka adalah subsistem pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan kegiatan belajar mandiri para peserta didiknya dengan bimbingan terbatas dari orang lain. SMU Terbuka merupakan salah satu model layanan pendidikan alternatif jalur sekolah tingkat menengah yang diselenggarakan oleh SMU reguler. SMU Terbuka bukanlah lembaga atau UPT baru yang berdiri sendiri, melainkan menginduk pada SMA reguler yang telah ada. Dengan demikian, SMU reguler yang menjadi Sekolah Induk SMU Terbuka menyelenggarakan pendidikan dengan dual mode system (tugas ganda). Artinya, Sekolah Induk SMU Terbuka sekaligus melayani dua kelompok peserta didik yang berbeda, dengan cara belajar yang berbeda. Dalam hal ini, Sekolah Induk SMU Terbuka diberi perluasan atau tambahan peran, yaitu berupa layanan pendidikan dengan sistem belajar jarak jauh yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki kendala tertentu. (Pustekkom, 2005).
Dari informasi tersebut di atas dapatlah dirumuskan bahwa model/sistem pendidikan SMU Terbuka adalah model/sistem pendidikan SMU yang sebagian besar kegiatan pembelajaran-nya dilaksanakan secara mandiri dengan menggunakan bahan-bahan belajar yang dapat dipelajari peserta didik secara mandiri tanpa atau dengan seminimal mungkin bantuan orang lain. Karena itulah, para peserta didik SMU Terbuka setiap harinya belajar mandiri di Tempat Kegiatan Belajar (TKB) di bawah supervisi Guru Pamong, baik secara individual maupun dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Guru Pamong tidak bertugas mengajar karena memang mereka bukanlah orang yang berkualifikasi mengajar di SMU.
Konsepsi dasar yang melandasi pengertian/batasan SMU Terbuka sebagaimana yang telah dikemukakan di atas adalah bahwa:
1. Belajar pada prinsipnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan sumber-sumber belajar, baik yang dirancang secara khusus maupun melalui pemanfaatan sumber-sumber belajar yang tersedia;
2. Kegiatan belajar dapat terjadi di mana dan kapan saja, serta tidak sepenuhnya hanya tergantung pada guru dan gedung sekolah;
3. Kegiatan belajar-mengajar akan mencapai tujuannya apabila berpusat pada peserta didik dan melibatkan peserta didik secara aktif;
4. Penggunaan media pembelajaran yang dirancang secara benar dan tepat akan dapat memberi hasil belajar yang maksimal sesuai dengan karakteristik media itu sendiri; dan
5. Peserta didik pada prinsipnya mempunyai kemungkinan yang sama untuk berhasil dalam belajarnya apabila diberikan kesempatan dan perlakuan yang sesuai dengan karakteristiknya (Pustekkom-Depdiknas, 1999).
Karakteristik Model/Sistem Pendidikan SMU Terbuka
Karakteristik pelajaran meliputi tujuan yang dicapai dalam pelajaran dan hambatan untuk mencapainya, karakteristik siswa antara lain pola kehidupan sehari-hari, keadaan sosial ekonomi, latar belakang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan sebagainya. Pengorganisasian bahan pelajaran antara lain bagaimana merancang bahan pelajaran untuk keperluan belajar mandiri, mendistribusikan kesiswa sehingga sampai tepat waktu.
Mengingat model/sistem pendidikan SMU Terbuka adalah bagian (subsistem) dari pendidikan SMU reguler, maka peserta didik SMU Terbuka adalah juga peserta didik dari SMU reguler yang ditunjuk sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka. SMU Terbuka merupakan pola pendidikan yang menerapkan sistem belajar jarak jauh pada jenjang pendidikan menengah yang kegiatan pembelajarannya dilaksanakan secara fleksibel melalui penerapan prinsip-prinsip belajar mandiri. Pada hakekatnya, SMU Terbuka sama dan sederajat dengan SMU reguler/konvensional. Perbedaannya hanya terletak pada aspek pembelajarannya di mana para peserta didik SMU Terbuka belajar secara mandiri tanpa atau dengan seminimal mungkin bantuan orang lain, baik secara perseorangan maupun dalam kelompok kecil. (Pustekkom-Depdiknas, 2000).
Berdasarkan konsep tentang SMU Terbuka sebagaimana yang dikemukakan pada dokumen Pustekkom (Pustekkom-Depdiknas, 2000), maka karakteristik pendidikan SMU Terbuka dapat dilihat dari aspek tujuan, peserta didik, bahan dan pola pembelajar, kelembagaan, Organisasi dan Mekanisme, evaluasi dan sertifikasinya.
1. Tujuan Penyelenggaraan SMU Terbuka
Sebagai subsistem dari pendidikan SMU reguler, tujuan penyelenggaraan SMU Terbuka adalah sama dengan tujuan pendidikan menengah sebagaimana yang dirumuskan di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 yaitu: (a) meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kesenian; dan (b) meningkatkan kemampuan (keterampilan hidup) peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar.
Sebagai subsistem dari pendidikan SMU reguler, tujuan penyelenggaraan SMU Terbuka adalah sama dengan tujuan pendidikan menengah sebagaimana yang dirumuskan di dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0489/U/1992 yaitu: (a) meningkatkan pengetahuan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kesenian; dan (b) meningkatkan kemampuan (keterampilan hidup) peserta didik sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar.
2. Peserta didik
Peserta didik SMU Terbuka adalah lulusan SMP, Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau yang sederajat maupun peserta didik putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah dengan rentangan usia antara 15-18 tahun. Dengan demikian, tidak ada perbedaan mengenai peserta didik yang diterima di SMU Terbuka dengan peserta didik yang diterima di SMU reguler/ konvensional dan memperoleh ijazah yang sama dengan siswa SMU. Perbedaan barulah tampak sewaktu para peserta didik belajar di SMU Terbuka, di mana sebagian besar kegiatan belajar mereka dilakukan secara mandiri, baik di TKB, di rumah atau di tempat lainnya.
3. Bahan dan pola Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
SMU Terbuka adalah pola pendidikan terbuka pada jenjang pendidikan menengah yang sistem pembelajarannya bersifat fleksibel dengan menerapkan prinsif-prinsif belajar mandiri melalui pemanfaatan sumber belajar yang tersedia secara optimal. Bahan belajar utama yang digunakan para peserta didik SMU Terbuka berbeda dengan yang digunakan di SMU reguler sekalipun acuan yang digunakan untuk pengembangan bahan belajarnya adalah sama, yaitu kurikulum SMU yang berlaku. Bahan belajar yang digunakan para peserta didik SMU Terbuka adalah bahan belajar mandiri cetak yang disebut modul (bahan belajar utama) dan bahan belajar dalam bentuk media lainnya (penunjang). Sekalipun demikian, tidaklah berarti bahwa peserta didik SMU Terbuka tidak boleh mempelajari bahan belajar yang digunakan oleh rekannya di SMU reguler atau sebaliknya.
Bahan belajar yang digunakan peserta didik SMU Terbuka memang dirancang secara khusus agar dapat dipelajari secara mandiri, baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok kecil oleh para peserta didik. Dikatakan secara khusus karena dengan mempelajari modul, para peserta didik dikondisikan seolah-olah berinteraksi dengan guru. Bahasa yang digunakan di dalam modul adalah bahasa yang komunikatif, mudah dipahami, dan memungkinkan para peserta didik untuk mengevaluasi diri sendiri, baik melalui umpan balik segera (immediate feedbacks) maupun kunci jawaban soal-soal latihan/tugas yang tersedia di dalam modul dan akan ditunjang oleh media noncetak yang terdiri dari program audio, video/vcd, dan media lainnya.
Jadi kualitas bahan belajar perlu mendapat perhatian untuk dapat meningkatkan mutu pembelajaran di SMU Terbuka. Oleh karena itu, pengembangan bahan belajar dilakukan secara sistematis sehingga dihasilka bahan belajar yang berkualitas, baik dari segi isi materi, penyajian, maupun tampilan. Dengan demikian bahan belajar tersebut menarik dan mudah untuk dipelajari.
Peserta didik SMU Terbuka tidak dituntut untuk datang setiap hari ke SMU reguler yang ditentukan tetapi mereka hanya datang belajar setiap sore (pukul 14.00 sd. 17.00) selama 5 hari setiap minggunya di TKB di bawah supervisi Guru Pamong. TKB merupakan suatu tempat yang memungkinkan digunakan peserta didik secara teratur untuk belajar. Tempat yang dijadikan sebagai TKB adalah sebuah tempat yang dapat mengakomodasikan satu rombongan belajar yang jumlahnya berkisar antara 5-20 orang peserta didik.
Peserta didik SMU Terbuka tidak dituntut untuk datang setiap hari ke SMU reguler yang ditentukan tetapi mereka hanya datang belajar setiap sore (pukul 14.00 sd. 17.00) selama 5 hari setiap minggunya di TKB di bawah supervisi Guru Pamong. TKB merupakan suatu tempat yang memungkinkan digunakan peserta didik secara teratur untuk belajar. Tempat yang dijadikan sebagai TKB adalah sebuah tempat yang dapat mengakomodasikan satu rombongan belajar yang jumlahnya berkisar antara 5-20 orang peserta didik.
TKB dapat berupa gedung SD, gedung SMP, Balai Desa, pondok pesantren atau tempat pertemuan lainnya yang ada dan yang relatif terjangkau oleh semua peserta didik yang tergabung ke dalam satu rombongan belajar.
Kegiatan belajar tutorial tatap muka biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu atau hari libur di Sekolah Induk. Pada umumnya, untuk setiap mata pelajaran, minimal mendapat alokasi tutorial selama 2 x 45 menit per bulan. Sedangkan untuk mata pelajaran yang sukar seperti bahasa Inggris, matematika, fisika, dan mata pelajaran yang penting seperti bahasa Indonesia, dalam sebulan minimal mendapat alokasi waktu tutorial 3 x 45 menit per bulan.
Kegiatan belajar tutorial tatap muka biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu atau hari libur di Sekolah Induk. Pada umumnya, untuk setiap mata pelajaran, minimal mendapat alokasi tutorial selama 2 x 45 menit per bulan. Sedangkan untuk mata pelajaran yang sukar seperti bahasa Inggris, matematika, fisika, dan mata pelajaran yang penting seperti bahasa Indonesia, dalam sebulan minimal mendapat alokasi waktu tutorial 3 x 45 menit per bulan.
Namun apabila SMU Terbuka tertentu menganut pola tutorial dua hari dalam seminggu, maka jumlah alokasi waktu tutorial untuk mata pelajaran yang sulit/penting minimal 4 x 45 menit dalam sebulan (Departemen Pendidikan Nasional, 2004).Untuk mengikuti kegiatan belajar tutorial tatap muka ini, para peserta didiklah yang datang ke Sekolah Induk.
Dengan kehadiran peserta didik di Sekolah Induk, maka berbagai fasilitas yang tersedia/dimiliki oleh Sekolah Induk dapat dimanfaatkan oleh para peserta didik SMU Terbuka sewaktu mereka datang ke Sekolah Induk. Dalam kegiatan tutorial tatap muka, Guru Bina dapat memanfaatkan modul, buku-buku lain yang relevan, media audio, media video, laboratorium, perpustakaan, dan lingkungan sekitar yang ada di Sekolah Induk (Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Apabila berdasarkan berbagai pertimbangan, kegiatan tutorial tatap muka dapat saja dilaksanakan di luar Sekolah Induk, misalnya di salah satu gedung Sekolah Dasar yang terdekat dengan tempat tinggal mayoritas peserta didik.
Apabila keadaannya demikian ini, maka Guru Binalah yang datang menjumpai peserta didik untuk menyelenggarakan kegiatan belajar tutorial tatap muka. Evaluasi belajar yang dilakukan mencakup Tes Mandiri, Tes Akhir Modul, Ulangan Harian (Tes Akhir Unit), Ulangan Umum(Ulangan Akhir Semester), dan Ujian Akhir Nasional(UAN). Mengenai pelaksanaan Ulangan umu dan Ujuan Akhir megacu pada peraturan yang berlaku pada SMU Reguler.
4. Kelembagaan, Organisasi dan Mekanisme Pengelolaan
SMU Terbuka lebih tepat bila dikategorikan sebagai suatu sistem belajar jarak jauh, bukannya pendidikan jarak jauh, karena proses pembelajaran utama berlangsung dengan adanya jarak dalam artian ruang dan waktu antara guru dan siswa, dan juga karena pembelajaran di SMU Terbuka lebih ditekankan pada penguasaan ranah kognitif dan psikomotor. Siswa lebih banyak belajar mandiri dengan memanfaatkan bahan belajar yang ada. Lembaga SMU Terbuka bukan merupakan unit pelaksana teknis (UPT) tersendiri. SMU Terbuka merupakan anak yang berinduk pada SMU Reguler terdekat, dan para pendidiknya pun ada didekat siswa setiap diperlukan.
Jadi yang berjarak adalah pengadaan bahan belajar utama. Oleh karena itu sebutan pendidikan mandiri atau pendidikan bermedia lebih sepadan untuk mendeskripsikan SMU Terbuka.
Secara konseptual kelembagaan SMU Terbuka dapat ditinjau didasarkan pada kelembagaan sistem pendidikan secara umum. Kelembagaan sistem pendidikan dapat dibedakan dalam tiga dimensi yaitu :
Secara konseptual kelembagaan SMU Terbuka dapat ditinjau didasarkan pada kelembagaan sistem pendidikan secara umum. Kelembagaan sistem pendidikan dapat dibedakan dalam tiga dimensi yaitu :
1. Tingkat keresmian atau sifat wajib yang melekat pada lembaga
2. Bentuk kewenagan atau kendali yang dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam kegiatan lembaga.
3. Macam-macam sumber yang di gunakan untuk keperluan belajar mengajar
Srtuktur organisasi penyelenggaraan SMU Terbuka terdiri dari :
-. Pengarah (Ditjen / Setjen)
-. Penanggung Jawab Program (Dir Dikmenum / Ka Pustekkom)
-. Penanggung Jawab Teknis (Pusat)
-. Pembina (Sekda / Kadis Pendidikan)
-. Tim Teknis (Kasubdin)
-. Pelaksana Teknis (Kasubdin SMU kab/kota)
-. Sekolah (Kabupaten/Kota)
Srtuktur organisasi penyelenggaraan SMU Terbuka terdiri dari :
-. Pengarah (Ditjen / Setjen)
-. Penanggung Jawab Program (Dir Dikmenum / Ka Pustekkom)
-. Penanggung Jawab Teknis (Pusat)
-. Pembina (Sekda / Kadis Pendidikan)
-. Tim Teknis (Kasubdin)
-. Pelaksana Teknis (Kasubdin SMU kab/kota)
-. Sekolah (Kabupaten/Kota)
Mekanisme pengelolaan SMU Terbuka agak berbeda dengan SLTP Terbuka. Pada SLTP Terbuka pengelolaan sebagian besar dilakukan oleh pusat, sedangkan pada SMU Terbuka pengelolaan dilakukan dengan melibatkan daerah secara optimal, baik dari segi pendanaan maupun pengelolaan. Pusat hanya mempersiapkan pedoman-pedoman penyelenggaraan dan mempersiapkan bahan belajar selama masa perintisan. Selanjutnya pelaksanaan SMU Terbuka diserahkan kepada daerah (khususnya daerah Kabupaten/Kota).
5. Evaluasi dan Sertifikasi
Evaluasi yang dilaksanakan di SMU reguler diberlakukan juga di SMU Terbuka. Jika peserta didik SMU reguler mengikuti UAS, maka UAS juga dilaksanakan bagi peserta didik SMU Terbuka. Demikian juga dengan UAN, para peserta didik SMU Terbuka tidak terkecuali, mereka mengikuti UAN. Evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan di SMU Terbuka yang setara dengan yang dilaksanakan di SMU reguler adalah sebagai berikut:
A. Tes Akhir Modul (TAM) setara dengan tes formatif atau ulangan harian pada SMU reguler.
B. Tes Akhir Unit setara dengan tes tengah semester (mid semester test) pada SMU reguler.
C. Tes Akhir Semester, yang dilaksanakan pada setiap akhir semester adalah sama dengan ulangan umum pada SMU reguler. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik setelah mempelajari sejumlah modul selama satu semester.
D. Ujian akhir merupakan ujian yang diselenggarakan untuk peserta didik SMU Terbuka Kelas III pada akhir tahun ajaran yang pelaksanaannya mengikuti ketentuan yang berlaku di SMU Penyelenggara.
Sertifikasi yang diterima oleh para peserta didik SMU reguler yang telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMU adalah sama dengan yang diberikan kepada peserta didik SMU Terbuka.
Sertifikasi yang diterima oleh para peserta didik SMU reguler yang telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMU adalah sama dengan yang diberikan kepada peserta didik SMU Terbuka.
Penyelenggaraan Model/Sistem Pendidikan SMU Terbuka
Ada 2 alasan utama di samping alasan yang bersifat angka-angka yang menjadi dasar pertimbangan dilakukannya perintisan model/sistem pendidikan SMU Terbuka, yaitu dari sisi:
a. Calon peserta didik SMU Terbuka dengan berbagai permasalahannya, dan
b. Fleksibilitas penyelenggaraan model/sistem pendidikan SMU Terbuka.
c. Calon Peserta Didik SMUTerbuka (Anak Usia Sekolah Menengah)
Pada umumnya, SMU reguler berada di ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota serta di beberapa ibukota kecamatan.
Pada umumnya, SMU reguler berada di ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota serta di beberapa ibukota kecamatan.
Sedangkan Sekolah Menengah tingkat Pertama (SMP) reguler tidak hanya berada di daerah perkotaan tetapi juga sudah sampai ke tingkat kecamatan. Untuk mengakomodasikan jumlah lulusan SMP/MTs atau yang sederajat yang jumlahnya terus meningkat di samping jumlah peserta didik SMU yang putus sekolah, diperlukan satu model/sistem pendidikan SMU yang inovatif dan fleksibel.
Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa beberapa faktor penyebab peserta didik lulusan SMP/MTs tidak melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah adalah karena kemampuan finansial orangtua yang terbatas. Untuk menyekolahkan anak ke SMU menuntut biaya tinggi karena lokasi SMU yang relatif jauh dari tempat tinggal, kondisi geografis yang sulit, lokasi SMU yang pada umumnya terdapat di ibukota Kabupaten/Kota, tuntutan terhadap anak agar membantu orangtua bekerja mencari nafkah, dan ketersediaan sarana mobilitas yang dapat dimanfaatkan peserta didik untuk berangkat dan pulang dari SMU reguler.
Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa beberapa faktor penyebab peserta didik lulusan SMP/MTs tidak melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah adalah karena kemampuan finansial orangtua yang terbatas. Untuk menyekolahkan anak ke SMU menuntut biaya tinggi karena lokasi SMU yang relatif jauh dari tempat tinggal, kondisi geografis yang sulit, lokasi SMU yang pada umumnya terdapat di ibukota Kabupaten/Kota, tuntutan terhadap anak agar membantu orangtua bekerja mencari nafkah, dan ketersediaan sarana mobilitas yang dapat dimanfaatkan peserta didik untuk berangkat dan pulang dari SMU reguler.
Mengingat cukup besar jumlah anak usia sekolah menengah yang cenderung berfungsi sebagai tenaga kerja membantu orangtua mencari nafkah mengakibatkan anak-anak tidak memungkinkan untuk datang belajar setiap hari di SMU reguler yang ada. Anak-anak pada umumnya bekerja membantu orangtua mereka dari pagi hingga siang hari yaitu pada saat yang bersamaan waktunya dengan jam-jam belajar di SMU reguler. Tuntutan untuk bekerja membantu orangtua mencari nafkah di satu sisi dan keinginan/ motivasi untuk tetap dapat melanjutkan pendidikan ke SMU di sisi lain mengakibatkan anak-anak dan orangtua merespon secara positif perintisan penyelenggaraan pendidikan di SMU Terbuka.
Salah satu karakteristik model/sistem pendidikan SMU Terbuka adalah bahwa para peserta didik pada umumnya berusia antara 15-18 tahun yang sebagian besar kegiatan belajarnya dilaksanakan dalam bentuk belajar mandiri di TKB maupun di tempat lainnya dengan menggunakan bahan belajar yang berupa modul dan media lainnya. Tempat yang dijadikan sebagai TKB dipilih yang paling strategis dalam arti relatif dekat atau dapat dengan mudah diakses oleh para peserta didik. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan peserta didik untuk datang ke TKB menjadi relatif lebih kecil dibandingkan apabila peserta didik harus datang belajar setiap hari ke SMU. reguler Peserta didik juga tidak perlu harus “indekos” di ibukota Kabupaten/kota agar dapat melanjutkan pendidikannya ke SMU tetapi peserta didik hanya dituntut sekali atau dua kali seminggu datang ke salah satu SMU reguler yang telah ditunjuk sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka.
Fleksibilitas model pendidikan SMU Terbuka
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa peserta didik SMU Terbuka tidak perlu setiap hari harus datang ke SMU reguler yang lokasinya relatif jauh tetapi mereka cukup datang ke Tempat Kegiatan Belajar (TKB) yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka. SMU Terbuka dikatakan fleksibel karena dapat dibuka atau ditutup sesuai dengan perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat akan pendidikan SMU.
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa SMU Terbuka dapat dibuka di suatu daerah apabila dinilai bahwa di daerah tersebut masih banyak jumlah lulusan SMP/MTs yang tidak melanjutkan pendidikannya ke SMU dan demikian juga dengan jumlah peserta didik putus sekolah di Sekolah Menengah. Apabila kemudian, karena satu dan lain hal, jumlah lulusan SMP/MTs sudah terakomodasikan melalui SMU/MA yang ada, maka SMU Terbuka dapat ditutup tanpa harus menghadapi banyak benturan, baik yang sifatnya berupa perangkat peraturan perundang-undangan maupun yang sifatnya berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja.
Salah satu prinsip SMU Terbuka adalah mengoptimalkan pendayagunaan berbagai sumber daya yang ada di masyarakat termasuk tenaga gurunya. Guru mata pelajaran (Guru Bina) yang terdapat di SMU reguler yang dijadikan sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka dioptimalkan untuk membantu penyelenggaraan SMU Terbuka dengan hanya memberikan honorarium tambahan. Demikian juga halnya dengan Guru Pamong dan tenaga penunjang lainnya ditempuh dengan cara mengoptimalkan tenaga yang tersedia di masyarakat. Melalui prinsip yang demikian ini, maka biaya pengelolaan SMU Terbuka dapat diminimalisasi.
Sarana/prasarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di SMU Terbuka juga tidak diadakan atau dibangun tersendiri tetapi cukup dengan meng-optimalkan pendayagunaan berbagai sarana/prasarana yang tersedia di masyarakat, seperti: gedung SD atau SMP, Balai Desa, atau bangunan lainnya yang tidak digunakan pada sore hari. Sedangkan sarana/pasarana yang berupa gedung SMU yang ditunjuk sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka dan berbagai fasilitas yang dimilikinya dapat dioptimalkan juga pemanfataannya oleh para peserta didik SMU Terbuka minimal sewaktu mengikuti kegiatan tutorial tatap muka.
Sarana/prasarana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di SMU Terbuka juga tidak diadakan atau dibangun tersendiri tetapi cukup dengan meng-optimalkan pendayagunaan berbagai sarana/prasarana yang tersedia di masyarakat, seperti: gedung SD atau SMP, Balai Desa, atau bangunan lainnya yang tidak digunakan pada sore hari. Sedangkan sarana/pasarana yang berupa gedung SMU yang ditunjuk sebagai Sekolah Induk SMU Terbuka dan berbagai fasilitas yang dimilikinya dapat dioptimalkan juga pemanfataannya oleh para peserta didik SMU Terbuka minimal sewaktu mengikuti kegiatan tutorial tatap muka.
Kesimpulan
Dengan model/sistem pendidikan SMU Terbuka yang inovatif dan fleksibel yang telah memungkinkan para lulusan SMP/MTs sederajat yang kurang beruntung untuk dapat belajar di SMU reguler (karena berbagai kendala/keterbatasannya) dan peserta didik putus sekolah pada pendidikan Sekolah Menengah untuk melanjutkan pendidikannya ke SMU Terbuka. Peserta didik SMU Terbuka tidak diharuskan untuk datang ke SMU reguler yang menjadi Sekolah Induk SMU Terbuka setiap hari tetapi cukup hanya sekali seminggu. Sedangkan kegiatan belajar sehari-harinya dilaksanakan peserta didik secara mandiri di TKB setelah mereka selesai bekerja membantu orangtua mencari nafkah. Yang dapat digunakan sebagai TKB adalah gedung SD, gedung SMP, atau gedung lainnya yang tidak dipakai pada sore hari dan lokasinya relatif terjangkau oleh semua peserta didik yang berada dalam satu rombongan belajar.
Referensi
Dewi Padmo dkk (editor).Teknologi Pembelajaran, Peningkatan Kualitas Pembelajaran melalui Teknologi Pembelajaran, Ciputat: Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan.
reff: http://pakdirman.blogspot.com/2008/03
0 komentar:
Posting Komentar