Minggu, 26 Desember 2010

KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL


KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL

PENDAHULUAN

Empat aliran dalam pendidikan yaitu pendidikan klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran itu bertolak dari asumsi yang berbeda dan mempunyai pandangan yang berbeda pula tentang kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi, maupun proses pendidikan. Empat aliran tersebut juga mempunyai model konsep kurikulum dan praktek pendidikan yang berbeda-beda. Model konsep kurikulum dari aliran klasik disebut kurikkulum subjek akademis, aliran pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, aliran teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis sedangkan aliran pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial yang pada makalah ini akan dijelaskan lebih jauh.
         Pandangan kurikulum rekonstruksi sosial dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat danmenyadarikan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapata menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil. Kurikulum rekonstruski sosial ini adalah model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antarasiswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memcahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Para rekonstruksionis sosial tiadak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memnuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesus sosial.

A.Latar Belakang Historis Aliran Rekonstruksianisme

Sebagaimana aliran filsafat pendidikan yang lain, rekonstruksianisme mendasarkan gagasan rekonstruksinya pada para filsuf terdahulu yang dianggap sebagai “filsuf rekonstruksianis”. Diantaranya adalah Plato yang telah merancang desain negara masa depan (The Republik), dan secara tandas menegaskan bahwa pendidikan menjadi pilar utama dari pembangunan masyarakat baru dan masyarakat terbaik yang di dalamnya terjadi ekualitas seksual, pembinaan pendidikan anak-anak secara komunal, dan diperintah oleh pemimpin yang memiliki akreditasi filosofis. Selain Plato, filsuf Stoic seperti Marcus Aurelius, seorang raja sekaligus filsuf dari kerajaan Romawi, yang mempromosikan “negara dunia” ideal yang terbebaskan dari sekat-sekat nasionalisme dan chauvinisme. Sementara itu, filsuf era Skolastik seperti St. Augustine juga menawarkan upaya rekonstruksi melalui negara Kristen ideal, sebagaimana tertuang dalam karyanya The City of God.
Pada era revolusi industri banyak bermunculan tulisan-tulisan yang bernada sosialistik dari para pemikir seperti Comte de Saint Simon, Charles Fourier, Robert Owen, Francois Noel Babeuf, dan Edward Bellamy. Para pemikir ini melihat bahaya dari akibat revolusi industri yang cenderung menjadikan teknologi semata-mata akan memperkaya segelintir pemilik modal dan bukan demi kemaslahatan kemanusiaan sedunia. Upaya rekonstruksi sosial secara sistematik juga digagas oleh Karl Marx, di mana ia melihat penderitaan kaum proletar yang didehumanisasi oleh sistem industri kapitalis, dan berupaya merekonstruksi masyarakat dunia, dengan berdasarkan jaringan komunisme internasional.
Kesemua pemikir tersebut merekomendasikan pendidikan sebagai instrumen utama dalam melakukan perubahan sosial, contohnya Plato yang menegaskan bahwa pendidikan sebagai sine qua non dari masyarakat terbaik; Marx melihat pendidikan sebagai jalan untuk membantu kaum proletar dalam mengembangkan pandangan mengenai “kesadaran sosial”.
Di Amerika Serikat ada pula beberapa pemikir yang melihat pendidikan sebagai alat perubahan sosial, diantaranya: Horace Mann, Henry Barnard, William Torrey Harris, Francis Parker dan John Dewey. Dewey melihat pendidikan sebagai instrumen perubahan individu dan masyarakat. Dari filsafat pragmatisme Dewey inilah landasan filosofi rekonstruksianisme dibangun. Akan tetapi aliran rekonstruksianisme tidak sekedar mempromosikan metode saintifik, problem solving, naturalisme dan humanisme sebagaimana kaum pragmatis.
Rekonstruksianis berbeda dari kaum pragmatis tentang bagaimana penerapan metode pragmatis dalam dunia pendidikan. Berbeda pula dengan pendekatan yang dilakukan aliran progresifisme, rekonstruksianisme tidak sekedar ingin “memperbaiki” masyarakat, tetapi juga ingin melakukan perubahan sosial di masyarakat. Sementara itu aliran rekonstruksianisme dalam satu prinsip sependapat dengan perennialisme, bahwa ada satu kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern saat ini yang sedang berada di tubir kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, aliran rekonstruksianisme mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dengan kehidupan. Aliran perennialisme memilih untuk kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture sebagai solusi yang paling ideal. Sedangkan aliran rekonstruksianisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina satu konsensus yang paling luas mengenai tujuan pokok tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Secara fundamental, pemikiran rekonstruksianisme muncul karena terjadi kesenjangan antara teori dan praktik dalam pendidikan dan kekecewaan terhadap teori-teori umum (general theory) yang tidak dapat bersikap “kritis”. Sehingga diperlukan teori yang membumi (grounded theory) yang mampu mengapresiasi aspek sosial, budaya, dan politik secara maksimal. Serangan terhadap teori umum dimulai oleh C. Wright Mills dan mengalami puncaknya pada Habermas yang merupakan wakil terkemuka pada kecenderungan perlawanan terhadap teori-teori besar.
Rekonstruksianisme adalah filsafat sosial yang menuntut diperlukan suatu teori kritis yang substantif mengenai masyarakat yang dikembangkan ke taraf metateoritis dalam kaitannya dengan upaya refleksi diri terhadap teori dan metode. Hal ini dimotivasi oleh kepedulian yang mendalam terhadap nasib umat manusia di mana individu-individu sebagai insan sosial dikontekstualisasikan dalam totalitas sosial yang berupa kultur material dan spiritual. Aliran ini juga bertujuan melakukan emansipasi sosial dan berusaha menemukan teori sosial yang mampu memikul tanggung jawab berupa perlawanan terhadap status quo. Asumsi utama yang dikedepankan adalah upaya kritik yang lebih luas terhadap kenyataan bahwa kultur kapitalis yang merupakan suatu bentuk manipulasi dan penguasaan, yang secara total meresapi struktur psikis dan sosial.
Rekonstruksianisme mendasarkan pada dua premis mayor: (1) masyarakat membutuhkan rekonstruksi yang konstan atau perubahan, dan (2) perubahan sosial juga adalah rekonstruksi pendidikan dan menggunakan pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat . Cakrawala utopian ini tetap menjadi perhatian utama dan ciri permanen yang menjadi landasan aliran rekonstruksianisme secara menyeluruh. Pada intinya rekonstruksianisme bertujuan untuk mengkongkretisasi kehidupan, di mana dibentuk institusi sosial yang diawasi masyarakat, anak, sekolah dan pendidikan dalam koodinasi sosial budaya dan cara serta arah pendidikan harus sesuai tuntutan masyarakat.
Sekalipun rekonstruksianisme lebih banyak dipengaruhi oleh pragmatisme John Dewey, tampaknya teori kritis yang dikembangkan mazhab Frankfurt ikut serta mewarnai variasi perspektif Marxian yang mendasari ide rekonstruksi dan perubahan sosial aliran rekonstruksianisme. Pada awal tahun 1900-an hingga 1930-an teori Marxian terus berkembang, diantaranya pendirian Institut Riset Sosial di Frankfurt, Jerman, oleh Felix J. Weil pada tanggal 3 Februari 1923. Institut ini dibesarkan oleh pemikir utama seperti Marx Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse, dan Jurgen Habermas. Berkuasanya rezim Nazi di Jerman membuat Institut ini berpindah ke Universitas Columbia di Amerika, dan seusai perang, tahun 1949 Horkheimer mengembalikan Institut ini ke Jerman.
Sebagaimana halnya rekonstruksianisme, aliran teori kritis juga merupakan filsafat sosial yang menurut Horkheimer bertujuan untuk menggariskan tugas-tugas “filsafat sosial”. Hal ini menunjukkan adanya minat yang sama terhadap suatu teori mengenai masyarakat yang dikembangkan dari pertemuan dialektis antara problem-problem filsafat kontemporer dengan riset ilmiah empiris.
Aliran kritis mengecam keras “industri pengetahuan” seperti sekolah, universitas dan lembaga penelitian yang menjadi struktur otonom di masyarakat, karena struktur ini akan senantiasa opresif untuk menanamkan kultur dominan di masyarakat. Habermas membedakan tiga sistem pengetahuan dan kepentingannya yang saling berhubungan. Tipe pertama adalah ilmu analitik atau sistem saintifik positivik klasik yang kepentingan dasarnya adalah kontrol teknis dan opresif yang dipaksakan pada lingkungan, masyarakat dan individu. Tipe kedua adalah pengetahuan humanistik yang kepentingan dasarnya adalah untuk memahami dunia dengan pandangan aposteriori agar dapat membantu kita untuk memahami diri dan memahami orang lain. Pengetahuan tipe ini tidak bersifat opresif dan dan membebaskan. Tipe ketiga adalah pengetahuan kritis yang didukung oleh Habermas dan pemikir mazhab Frankfurt pada umumnya. Kepentingan dasar yang melekat pengetahuan jenis ini adalah emansipasi manusia.
Paradigma kritis yang dikembangkan oleh mazhab Frankfurt tidak meninggalkan pengaruh yang mendalam pada aliran rekonstruksianisme sebagaimana halnya pada pedagogik kritis. Rekonstruksianisme memandang pendidikan adalah upaya rekonstruksi masyarakat secara terus menerus, bukan untuk merevolusi secara radikal suatu masyarakat dan terjadi upaya destruksi terhadap tatanan sosial yang sudah mapan di masyarakat tersebut.

B. Pandangan Filosofis Tokoh-tokoh Rekonstruksianisme

Rekonstruksianisme secara terminologis bukan sebuah filosofi dalam maknanya yang tradisional, karena tidak sampai pada aspek epistemologi dan logika secara mendetail. Hal ini dapat terlihat bahwa rekonstruksianisme lebih mencurahkan perhatian pada rekonstruksi sosial dan budaya di mana kita berpijak. Bisa dikatakan bahwa rekonstruksianisme hampir murni sebuah filsafat sosial, karena membawa penganutnya tidak menjadi filosof professional, akan tetapi menjadi sarjana dan aktifis pendidikan yang berkonsentrasi pada perbaikan kondisi sosial dan budaya.
Diantara tokoh rekonstruksianisme yang utama adalah George S. Counts (1889-1974). Dia merupakan figur penting dalam pendidikan di Amerika selama beberapa tahun dan menjadi professor pendidikan pada institusi pendidikan utama seperti universitas Yale, Chicago dan Columbia, serta merupakan penulis lusinan buku yang mengandung banyak aspek pendidikan, filsafat pendidikan dan sosiologi pendidikan .
Pandangan sentral Counts’ adalah ketika pendidikan dalam sejarah digunakan untuk mengenalkan peserta didik pada tradisi, budaya, sosial dan kondisi budaya, dalam waktu yang sama telah direduksi oleh sains modern, teknologi dan industrialisasi. Sehingga pendidikan sekarang harus diarahkan pada kekuatan positif untuk membangun kultur budaya baru dan mengeliminasi patologi sosial. Dia menegaskan bahwa pendidikan harus memiliki visi dan prospek untuk perubahan sosial secara radikal dan mengimplementasikan proyek tersebut. Counts’ menyeru para pendidik untuk membebaskan diri dari kebiasaan pendidik yang merasa nyaman menjadi pendukung status quo dan terjun bebas menjadi aktor perubahan sosial di masyarakat .
Dalam karya monumentalnya “Dare the School Build a New Social Order?” ia menulis:
Jika pendidikan progresif ingin sungguh-sungguh mendidik dan benar-benar progresif. Ia harus membebaskan diri dulu dari pelukan kelas menengah, lalu menghadapi setiap isu sosial dengan berani dan langsung, menjumpai kenyataan hidup yang paling jahannam sekalipun tanpa memicingkan mata, memantapkan hubungan timbal balik yang organik dengan komunitas, mengembangkan teori yang komprehensif dan realistis tentang kesejahteraan, mengambil visi tentang takdir manusia secara tegas dan lantang dan jangan cepat gemetar kalau bertemu dengan hantu yang bernama penanaman dan indoktrinasi.
Selain Counts’, tokoh yang berpengaruh pada pengembangan pemikiran aliran rekonstruksianisme adalah Theodore Brameld (1904-1987). Dia adalah penulis banyak buku, diantaranya: Toward a Reconstructed Philosophy of Education, Education as Power, dan Patterns of Educational Philosophy. Brameld mengajar filsafat dan filsafat pendidikan, hidup dan mengajar di Puerto Rico, dan pernah mengajar di universitas terkemuka di Amerika.
Brameld melihat rekonstruksianisme sebagai filsafat kritis yang tidak hanya mengapresiasi persoalan pendidikan, tetapi juga persoalan budaya. Dia melihat masalah kemanusiaan sedang berada di simpang jalan dan hampir mengalami kehancuran, hanya dengan berusaha penuh kita bisa menyelamatkan kemanusiaan tersebut. Karenanya dia melihat rekonstruksianisme juga sebagai filsafat nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai yang berdasarkan asas-asas supernatural yang menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis.
Brameld juga menekankan untuk membangun tujuan-tujuan yang jernih untuk pembebasan, dalam maksud lain dia menyebut persatuan dunia untuk menghilangkan bias yang ditimbulkan nasionalisme yang sempit dan menyatukan komunitas ke dalam pandangan dunia yang lebih luas. Hal tersebut akan menjadikan pemerintahan-pemerintahan dunia dan peradaban-peradaban dunia di mana orang-orang dari seluruh ras, negara, warna kulit dan kepercayaan ikut terlibat bersama dalam kedamaian dunia.
Menurutnya satu aktifitas filsafat yang utama adalah penjelajahan makna terhadap perbedaan konsepsi dari pusat tujuan penyatuan dunia. Rekonstruksianisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerja sama semua bangsa-bangsa. Secara ringkas rekonstruksianisme bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan sintesa, perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern di dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia. Rekonstruksianisme mencita-citakan terwujudnya satu dunia baru,dengan satu kebudayaan baru di bawah satu kedaulatan dunia ,dalam control mayoritas umat manusia.

C. Pokok-pokok Pemikiran Pendidikan Rekonstruksianisme

Diantara beberapa prinsi-prinsip pokok pemikiran yang dikembangkan rekonstruksianisme dapat diuraikan sebagai berikut antara lain:

1.      Dunia sedang dilanda krisis kemanusiaan, jika praktik-praktik pendidikan yang ada  
tidak segera direkonstruksi, maka peradaban dunia yang ada akan mengalami kehancuran. Krisis yang dimaksud adalah problem-problem sosial budaya yang timbul akibat semrawutnya persoalan pendudukan, sumber daya alam yang kian menipis, berakibat pada melonjaknya harga minyak dunia, kesenjangan global antara negara kaya dan miskin, kapitalisme global, proliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit dan penyalahgunaan teknologi. Seperti diketahui, teknologi saintifik adalah penyumbang terbesar terjadinya peperangan dan bisa membunuh manusia secara efisien lebih dari sebelumnya, tingginya tingkat kematian dari kecelakaan lalu-lintas dan industri menjadi harga yang sangat mahal dari kehidupan yang serba mekanistik saat ini. Teknologi saintifik juga menciptakan budaya rokok dan alkohol serta meningkatkan bahaya kimiawi yang terkandung pada makanan dan lahan pertanian.
2.      Perlunya sebuah tatanan sosial semesta. Maksudnya untuk mengatasi persoalan-persoalan global tersebut, perlu kolaborasi menyeluruh dari seluruh antar elemen bangsa-bangsa dunia untuk bersatu menciptakan tata sosial baru yang berasaskan keadilan dan kepentingan kemanusiaan seluruh umat manusia sedunia, dan mengabaikan batasan-batasan primordial seperti ras, warna kulit, suku, bangsa dan agama.
3.      Pendidikan formal adalah agen utama dalam upaya rekonstruksi tatanan sosial. Aliran rekonstruksianisme menilai sekolah-sekolah formal yang ada merefleksikan nilai-nilai sosial dominan yang hanya akan mengalihkan patologi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang saat ini mendera umat manusia. Karena nya sekolah-sekolah formal harus merekonstruksi secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi sosial. Bagi mereka pendidikan dapat menjadi instrumen penting untuk membentuk keyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan.
4.      Metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan “asali” jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang valid bagi persoalan-persoalan umat manusia. Dalam perspektif rekonstruksianis, adalah sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih diantara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, sosial. Di sisi lain menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mau mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya secara publik. Lebih dari itu rekonstruksianisme mempunyai kepercayaan besar terhadap kecerdasan dan kemauan baik manusia.
5.      Pendidikan formal adalah bagian tak terpisahkan dari solusi sosial dalam krisis dunia global, dan terlibat aktif dalam mengajarkan perubahan sosial. Pendidikan harus memantikkan kesadaran peserta didik akan problematika sosial dan mendorong mereka untuk secara aktif memberikan solusi. Kesadaran sosial (social consciousness) dapat ditumbuhkan dengan menanamkan sikap dan daya kritis terhadap isu-isu kontroversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu para peserta didik melihat ketidak adilan dan ketidak fungsian beberapa aspek system sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif alternative bagi kebijaksanaan konvensional.

D. Desain Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini :
1.      asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosisla adalah mengahadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
2.      masalah-maslah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
3.      pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah, poal organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengah-tengahnya sebagi poros dipilih sesuatu maslah yang menjadi gtema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatavn jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk. Pola desain kurikulum rekonstruksi social

E. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL

a. Tujuan dan isi kurikulum
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah 1. Mengadakan survai 2. Mengadakan study tentang hubungan sebuah program 3. Mengadakan study latar belakang 4. Mengkaji praktek program 5. Memantapkan rencana 6. Mengevaluasi semua rencana.

b. Metode
dalam pengajran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Kerja sama antara individu dalam kegitan kelompok, maupun kelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstruksi social.

c. Evaluasi
dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan akan tetapi evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

F. PELAKSANAAN PENGAJARAN REKONSTRUKSI SOSIAL

Pengajaran rekonstruksi social banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, bengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industry mengembangkan bidang-bidang industry. Paulo freize adalah tokoh yang banyak memberikan kontribusi baik teori maupun praktek dalam pengajaran rekonstruksi social.
Di daerah Amerika latin memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Gerakan ini adalah merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang realitas social budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya. Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hanbatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memcahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan gerakan ini mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka.
Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecendrungan (trends) perkembangan. Kecendrunagn utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi ekonomi, politik, social dan budaya. Dalam perkembangan social yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik mengidentifikasikan dan menganalisis kecendrungan-kecendrungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin ilmu. Dalam pemecahan problemlema social dan membuat kebijaksanaan social diperlukan musyawarah dengan warga masyarakat.
Pandangan rekonstruksi social berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik.. juga penekanannya tentang peranan ilmu dalam memcahkan masalah-masalah social.

KESIMPULAN/PENUTUP

Dalam dunia pendidikan terdapat empat aliran yang sangat berpengaruh salah satunya adalah aliran interaksionis yang mempunyai metode dan konsep kurikulum yang berbeda dengan aliran yang lain metode dan konsep kurikulum aliran interaksionis sering disebut dengan rekonstruksi social. Kurikulum rekonstruksi social ini mempunyai latar belakang yang sangat panjang yang sudah dijelaskan diatas dan dilengkapi dengan pandangan para tokoh rekonstrusi social yang selalu memberikan kontribusi dan perhatian terhadap dunia ini terutama dalam dunia pendidikan. Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum rekonstruksi social mempunyai pandangan bahwa pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama antara sisawa dengan siswa, siswa dengan guru maupun interaksi siswa dengan lingkungan sekitar. Tujuan dari kurikulum rekonstruksi social ini untuk menciptakan manusia atau peserta didik mampu memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum rekonstruksi social mempunyai desain yang tentunya berbeda dengan kurikulum lain, desain kurikulum rekonstruksi social mempunyai bebrapa cirri antara lain (a). Asumsi (b). masalah-maslah social yang mendesak (c). pola-pola organisasi. Sedangkan untuk komponen-komponen kurikulum rekonstruksi social terbagi menjadi tiga (1). Tujuan dan isi kurikulum yang didalmnya mencakup mengadakan survai, mengadakan studi tentang hubungan antara program, mengadakan studi latar belakang, mengkaji praktek, memantapkan rencana, dan mengevaluasi semua rencana. (2). Metode yang bertujuan untuk mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. (3). Evaluasi. Sedangkan untuk pelaksanaan pengajaran rekonstruksi social ini banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan