A. LATAR BELAKANG PERKEMBANGAN TIK DI INDONESIA
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sekitar 17 ribu lebih pulau (6 ribu pulau berpenduduk) yang tersebar dalam area geografis 1.919.440 km2. di satu sisi kondisi ini merupakan suatu keuntungan yang besar bagi bangsa kita karena memiliki sumber daya yang besar, baik secara demografis maupun geografis. Jumlah pulau yang tersebar begitu banyak justru menjadi hambatan dalam proses pembangunan dan pengembangan TIK. Aspek tingginya biaya menjadi salah satu faktor penting sulitnya pembangunan dan pengembangan TIK hingga ke pelosok negeri, sehingga fokus pembangunan lebih banyak dititikberatkan pada wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi seperti pulau Jawa dan sebagian Sumatra.
Selain itu, perkembangan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih belum memadai. Jumlah sambungan telepon tetap saat ini baru 8,7 juta atau dengan tingkat teledensitas kurang dari 4 persen. Sementara pemerintah menargetkan jumlah sambungan telepon per 100 penduduk sebesar 13% pada tahun 2009. Hal itu berkebalikan dengan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%. Sampai saat ini terdapat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkau oleh jaringan telepon. Presentase penetrasi internet baru mencapai 8,7% atau sekitar 20 juta pengguna, dan jumlah warnet baru mencapai angka 7.602 (AWARI, 2007) dengan 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah seluruh pengguna internet di Indonesia masih didominasi oleh daerah Jakarta dan sekitarnya. Yang memprihatinkan lagi adalah penetrasi personal computer (PC) baru mencapai 6,5 juta unit saja, dengan penjualan PC tahun 2007 diperkirakan mencapai 1.257.531 unit (International Data Center, 2006). Hal itu diperparah dengan penggunaan PC dan internet lebih banyak di perkantoran daripada di rumah (home user) dengan perbandingan 5:1. Investasi di sektor telekomunikasi di Indonesia berkisar pada Rp 50 triliun/tahun dimana industri dan jasa domestik hanya berkontribusi sebesar 2%.
Di sektor sumber daya manusia, jumlah perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta) yang melaksanakan program informatika/komputer berjumlah 476 perguruan tinggi, bidang komunikasi berjumlah 136 perguruan tinggi, dengan lulusan per tahunnya sebanyak + 25.000 orang, dimana hal ini masih jauh dari kebutuhan secara nasional. Kondisi ini didukung oleh rata-rata partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan yang masih rendah. Terutama untuk 7-12 tahun dan 13-15 tahun hanya mencapai angka 95,26% dan 82,09% bahkan untuk tingkat perguruan tinggi hanya mencapai angka 13% (BPS, 2006).
Selain itu, perkembangan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia masih belum memadai. Jumlah sambungan telepon tetap saat ini baru 8,7 juta atau dengan tingkat teledensitas kurang dari 4 persen. Sementara pemerintah menargetkan jumlah sambungan telepon per 100 penduduk sebesar 13% pada tahun 2009. Hal itu berkebalikan dengan penetrasi telepon seluler yang telah mencapai 22,8%. Sampai saat ini terdapat sekitar 43 ribu desa atau 65% desa yang belum terjangkau oleh jaringan telepon. Presentase penetrasi internet baru mencapai 8,7% atau sekitar 20 juta pengguna, dan jumlah warnet baru mencapai angka 7.602 (AWARI, 2007) dengan 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah seluruh pengguna internet di Indonesia masih didominasi oleh daerah Jakarta dan sekitarnya. Yang memprihatinkan lagi adalah penetrasi personal computer (PC) baru mencapai 6,5 juta unit saja, dengan penjualan PC tahun 2007 diperkirakan mencapai 1.257.531 unit (International Data Center, 2006). Hal itu diperparah dengan penggunaan PC dan internet lebih banyak di perkantoran daripada di rumah (home user) dengan perbandingan 5:1. Investasi di sektor telekomunikasi di Indonesia berkisar pada Rp 50 triliun/tahun dimana industri dan jasa domestik hanya berkontribusi sebesar 2%.
Di sektor sumber daya manusia, jumlah perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta) yang melaksanakan program informatika/komputer berjumlah 476 perguruan tinggi, bidang komunikasi berjumlah 136 perguruan tinggi, dengan lulusan per tahunnya sebanyak + 25.000 orang, dimana hal ini masih jauh dari kebutuhan secara nasional. Kondisi ini didukung oleh rata-rata partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan yang masih rendah. Terutama untuk 7-12 tahun dan 13-15 tahun hanya mencapai angka 95,26% dan 82,09% bahkan untuk tingkat perguruan tinggi hanya mencapai angka 13% (BPS, 2006).
Dari aspek hukum, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang komprehensif yang mengatur keberadaan TIK serta mengendalikan penggunaan TIK dalam koridor yang bisa dipertanggungjawabkan. Saat ini, RUU Informasi dan Transaksi Elektronik masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya akan disahkan menjadi Undang-Undang. Selain itu, perlu adanya revisi sejumlah peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan kondisi serta perkembangan TIK yang semakin konvergen. Saat ini UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi merupakan dua domain yang terpisah sehingga belum mampu menjawab kebutuhan akan perkembangan TIK yang semakin konvergen nantinya.
Selain itu, ada sejumlah masalah yang masih mengganjal dalam mengembangkan TIK di Indonesia. Tetapi yang paling menonjol adalah banyaknya kegiatan atau program yang terkait dengan TIK yang tersebar di berbagai instansi pemerintah sehingga tidak adanya perencanaan yang sinergis dalam mendorong terwujudnya masyarakat informasi. Namun demikian yang terjadi adalah kurangnya koordinasi yang efektif di antara instansi pemerintah dalam mengembangkan serta mengarahkan pembangunan bidang TIK di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan konsolidasi nasional dalam menentukan arah pembangunan TIK serta langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat berbasis ilmu pengetahuan.
B. Pengembangan dan Kebijakan TIK
Pembangunan dan pengembangan TIK perlu didukung oleh industri TIK yang berkompeten serta perangkat-perangkat pendukung lainnya. Pengembangan Technopark yang terintegrasi antar akademik dan industri TIK di Indonesia merupakan salah satu usaha pengembangan industri TIK. Selain itu dengan adanya Venture Capital untuk industri TIK diharapkan menjadi alternatif dalam menghadapi perkembangan teknologi konvergensi TIK yang meliputi telekomunikasi, komputer, elektronik, teknologi informasi, dan penyiaran. Tujuannya untuk mewujudkan situasi yang kondusif dalam mendukung bisnis industri TIK di Indonesia.
Kondisi itu perlu didukung oleh sejumlah perangkat pendukung terutama perangkat hukum yang menaunginya. UU ITE dan UU Konvergensi TIK sebagai perangkat hukum yang tidak hanya melindungi industri TIK tetapi juga melindungi semua kepentingan umum. Selain itu, diharapkan perlunya regulasi TIK lintas industri terkait yang efektif dan efisien.
Dewan TIK Nasional
Kebijakan teknologi pendidikan dalam periode orde baru digariskan dalam PELITA I (1969/70 – 1973/74). Dalam rumusan Program Pendidikan ditetapakn untuk “... digunakan media massa: radio dan televisi untuk peningkatan mutu sekolah dasar” (RI, 1970: 361). Memang hingga saat itu konsepsi teknologi pendidikan masih belum banyak dikenal dan dikembangkan, bukan saja di Indonesia melainkan juga di mancanegara.
Agar semua proses dari setiap komponen blueprint tersebut bisa berjalan efektif, perlu suatu adanya e-leadership yang mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan lintas departemen. Selain itu perlunya dukungan profesional untuk merumuskan kebijakan dan mengkomunikasikan ke semua stakeholders. Atas dasar itulah, Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (DeTIKNas) didirikan.
Berdasarkan Keppres No. 20 Tahun 2006, DeTIKNas bertugas :
a. Merumuskan kebijakan umum dan arahan strategis pembangunan nasional melalui pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi
b. Melakukan pengkajian dalam menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis yang timbul dalam rangka pengembangan teknologi informasi dan komunikasi
c. Melakukan koordinasi nasional meliputi dengan instansi Pemerintah Pusat/Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik/Daerah, Dunia Usaha, Lembaga Profesional, dan komunitas teknologi informasi dan komunikasi, serta masyarakat pada umumnya
d. Memberikan persetujuan atas pelaksanaan program teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat lintas departemen agar efektif dan efisien.
Selain itu, DeTIKNas menentukan Program Flagship, yaitu suatu program TIK yang menjadi fokus nasional, yaitu program yang memiliki dampak besar pada pemerintah, masyarakat, internasional, dan least political resistance. Program ini diambil satu dari tiap komponenblueprint TIK. Meskipun demikian, bukan berarti program yang lain tidak berjalan, namun program Flagship ini nantinya akan menjadi dasar dari pengembangan program-program TIK lainnya sehingga lebih terarah dan berdaya guna.
C. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1975 dengan dioperasikannya SKSD Palapa. Perkembangan itu dipicu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara 21” oleh Presiden RI pada tanggal 27 Desember 1996. Konsep N-21 ini merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan informasi, berupa jaringan komunikasi terpadu. N-21 menggunakan kerangka pendekatan, antara lain :
a. Memanfaatkan semua teknologi yang dapat mendukung pembangunan disemua sektor
b. Membentuk suatu jaringan maya informasi atau adimarga informasi (virtual information network atau information super highway) yang menghubungkan seluruh pelosok tanah air.
Dengan dikembangkannya N-21 maka pada tahun 2000 atau memasuki abad 21 seluruh kecamatan di Indonesia akan mempunyai akses ke semua teknologi komunikasi dan komputer (K-2) dakam suatu jaringan terpadu, yang didukung oleh 11 sistem satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada 3 sistem yang beroperasi, yaitu PSN dengan Palapa 1, Telkom dengan Palapa B4 dan B2r, dan Satelindo dengan Palapa C1 dan C2. Pengembangan infrastruktur fisik ini mengandung tiga kemungkinan penggunaan, yaitu:
1. Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic uper Highway)
2. Kota Multimedia (Multimedia Cities)
3. Nusantara Multimedia Community Access Centers (Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara)
Di kalangan pemerintah maupun masyarakat umum melalui berbagai jaringan yang ada, pada tahun 1996 ini telah beroperasi : IPTEKNET, SISKOM DAGRI, DEPERINDAG ONLINE, INFORIS, TELKOM-SISFONET, Frame Relay LINTAS-ARTA, WASANTARA-NET, ITB-NET, INDONET, RADNET, SISTELINDO, IBM-NET, IDOLANET.CBNNET, MELSANET, INDOSATNET, TELKOM RISTINET, MITRANET, MEGANET, dan beberapa jaringan (sistem simpul dan distribusi informasi) yang akan terus bermunculan. Dengan terjalinnya ‘network of networks’ tersebut di atas infrastuktur jaringan Nusantara aplikasi pendidikan dapat dilakukan.
Pada saat ini pengembangan perangkat keras masih mengalami kendala, karena sebagiaan besar komponen masih diimpor dari mancanegara. Sebagai akibatnya maka harga perangkat keras itu sangat tinggi dibandingkan dengan kemampuan rata-rata keluerga Indonesia untuk membeli. Kecuali itu kemajuan dalam teknologi berlangsung sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang singkat peralatan yang ada sudah ketinggalan zaman.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Teknologi Komunikasi & Informasi
Blueprint TIK Indonesia
Untuk menentukan arah pembangunan bidang TIK di Indonesia, perlu menetapkan blueprint (cetak biru) dan roadmap agar setiap langkah pengembangan TIK menjadi lebih terarah dan sinergis. Blueprint dan roadmap tersebut sangat diperlukan untuk menentukan arah perkembangan dan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang berbasis pengetahuan. Ada 4 (empat) komponen penting dalam menentukan blueprint TIK Indonesia :
1. Infrastruktur TIK
Saat ini pembangunan infrastruktur TIK masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan TIK Indonesia. Dari tahun ke tahun tingkat kebutuhan infrastruktur TIK semakin tinggi, namun tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembangunan infrastruktur itu sendiri (lihat Tabel 1).
Tabel 1.
Perkiraan Kebutuhan InfrastrukturTelekomunikasi dan Informatika
AkhirTahun
|
Sambungan Tetap
|
STB
|
Internet
|
Multimedia*
| ||
Kapasitas
|
Penetrasi
|
Pelanggan(KapasitasTerpakai)
|
Penetrasi
|
Pelanggan(juta)
|
Pelanggan(juta)
| |
2006
|
10.454.115
|
4,6
|
33.303.941
|
14,59
|
4,371
|
3,637
|
2007
|
11.594.976
|
5,0
|
38.622.073
|
16,70
|
5,863
|
4,866
|
2008
|
12.963.259
|
5,5
|
43.940.204
|
18,76
|
7,680
|
6,363
|
2009
|
14.591.029
|
6,1
|
49.258.336
|
20,76
|
9,853
|
8,153
|
2010
|
16.510.494
|
6,9
|
54.576.467
|
22,71
|
12,417
|
10,265
|
2011
|
18.753.716
|
7,7
|
59.894.599
|
24,62
|
15,403
|
12,725
|
2012
|
21.352.879
|
8,7
|
65.212.730
|
26,48
|
18,847
|
15,562
|
2013
|
24.340.042
|
9,8
|
70.530.862
|
28,29
|
22,779
|
18,801
|
2014
|
27.747.373
|
11,0
|
75.848.993
|
30,06
|
27,233
|
22,471
|
2015
|
31.607.041
|
12,4
|
81.167.125
|
31,79
|
32,243
|
26,598
|
Sumber : Demand Forecast Ditjen Postel, 2002.
Untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur tersebut, perlu sejumlah program pembangunan infrastruktur yang terarah. Berikut ini adalah beberapa program pembangunan infrastruktur TIK yang saat ini sedang dan akan dilaksanakan:
a. Universal Service Obligation (USO)
Program USO atau Kewajiban Kontribusi Pelayanan Universal Telekomunikasi merupakan penyediaan akses dan layanan telekomunikasi di daerah terpencil, perintisan, atau daerah perbatasan. Sumber pendanaan pokok berasal dari kontribusi 0,75% dari annual gross revenue seluruh penyelenggara telekomunikasi. Diharapkan dari program ini pada tahun 2010 seluruh desa di Indonesia telah memiliki minimal 1 (satu) jalur telepon. Sedangkan tahun 2015 ditargetkan 50% (lima puluh persen) desa di seluruh Indonesia sudah bisa mengakses internet.
b. Palapa Ring Project
Terkait juga dengan pengembangan jaringan infrastruktur telekomunikasi, pemerintah tengah mengusahakan untuk pembangunan jaringan serat optik Palapa Ring sebagai tulang punggung (backbone) bagi sistem telekomunikasi nasional. Palapa Ring merupakan jaringan kabel bawah laut berbentuk cincin terintegrasi yang membentang dari Sumatera Utara hingga Papua bagian barat yang panjangnya sekitar 25.000 km. dengan terwujudnya jaringan serat optik Palapa Ring, maka aliran komunikasi dan informasi akan semakin tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia. Terobosan luar biasa ini akan membuka hambatan informasi (information barrier) di daerah Indonesia timur yang diharapkan mampu memacu pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut.
c. Penyelenggaraan Broadband Wireless Access
Program ini merupakan salah satu usaha pemerintah untuk membangun jariangan infrastruktur komunikasi dan informasi. Dengan pembeabsan ijin pita frekuensi 2,4 GHz, diharapkan mampu meningkatkan dan memasyarakatkan penggunaan internet di Indonesia serta menekan biaya akses internet yang masih terbilang mahal dibandingkan negara lain.
2. E-edukasi
Pembangunan dan pengembangan e-edukasi sebagai pendukung perkembangan TIK di Indonesia dirasa masih belum memadai. Selain masih rendahnya rata-rata partisipasi masyarakat dalam mengikuti pendidikan, namun juga kesadaran masyarakat akan pentingnya TIK adalah menjadi salah satu faktor utamanya. Untuk itu perlu adanya sejumlah program pengembangan e-edukasi di Indonesia, di antaranya :
a. Standar Kompetensi Profesi SDM TIK
Tingginya permintaan pasar akan profesi TIK di Indonesia mendorong perlunya standar kompetensi profesi yang baku bagi sumber daya manusia di bidang TIK. Standar kompetensi ini diperlukan untuk menjaga kualitas agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Untuk itu perlu adanya kerjasama dari berbagai stakeholders agar dapat merumuskan standar kompetensi profesi SDM TIK yang tepat bagi kebutuhan pasar industri.
b. Kampanye Penggunaan Internet untuk Pendidikan
Walaupun jumlah pengguna internet maupun jumlah internet domains di Indonesia meningkat secara tajam, namun pemanfaatan internet untuk pembelajaran masih terbatas. Selain pola belajar masih menggunakan pola konvensional, namun juga karena adanya keterbatasan sarana dan prasarana yang menunjang penggunaan internet untuk pendidikan, seperti kurangnya ketersediaan komputer di sekolah, tidak adanya akses telekomunikasi yang memadai, serta masih mahalnya biaya akses internet. Diharapkan sebagian besar perguruan tinggi dan sekolah terhubung internet dan literasi TI sebagai bagian dari Masyarakat Berbasis Informasi.
c. Pengembangan Software Pendidikan
Dengan mengembangkan software pendidikan akan meningkatkan pemerataan materi pendidikan dan kompetensi yang baik bagi para pelajar. Program ini mengimplementasikan sistem pembelajaran dengan menggunakan software sebagai alat bantu guna memberikan kemudahan dalam proses belajar-mengajar, baik bagi para pelajar dan khususnya para pengajar dalam menyampaikan material kepada para anak didik. Diharapkan sebagian besar sekolah di Indonesia dapat menggunakan alat bantu software pendidikan sebagai salah satu alat bantu mengajar.
3. Beberapa Program Aksi
Pemanfaatan TTI dalam pendidikan merupakan sesuatu yang imperatif, karena tanpa itu pendidikan kita akan senantiasa ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara tetangga, apalagi dengan negara maju. Namun peerlu disadari bahwa karena keterbatasan sumber daya, khususnya dana, pemanfaatan itu tidak dapat dilakukan secara menyaluruh dalam semua sektor pendidikan. Pengembangan program aksi dilakukan melalui melalui proyek perintiisan dan atau percontohan.
Sasaran pokok program aksi adalah peeningkatan mutu proses dan keluaran pendidikan, dengan tekanan pada proses yang efektif dan efisien serta keluaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Pemulihan proyek perintisan atau percontohan didasarkan pada kriteria :
· Posisi kritikal dari program: kesediaan pimpinan lembaga pemdidikan, kesediaan guru, dukungan orang tua, dan partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan TTI untuk pendidikan merupakan sesuatu yang kritikal, karena tanpa itu semua, apa pun yang akan dilakukan tidak akan berhasil.
· Dukungan teknologi dan infrastruktur pada “users’ end”: tidak dilakukan pembangunan secara khusus mulai dari awal, melainkan memanfaatan dan meningkatkan apa yang sudah ada.
· Kesiapan kelembagaan: telah tersedia orang, organisasi, program, dan alokasi dana (meskipun terbatas) yang bertanggung jawab dalam menyelengarakan kegiatan.
Berdasarkan sasaran dan kriteria program aksi tersebut, maka berikut ini disajikan serangkaian program aksi yang diusulkan.
Program Aksi I : Pelatihan Tenaga
Tujuan program ini adalah:
1) Mendapatkan sejumlah tenaga yang mampu menangani perkembangan perangkat lunak TTI
2) Memperoleh paket program pelatihan untuk berbagai bidang ketrampilan yang dapat digunakan bersama
Kegiatan yang perlu dilakukan meliputi:
1) Mengadakan penelusuran kebutuhan latihan
2) Merancang program latihan khusus
3) Menentukan kriteria dan memilih peserta latihan
4) Melaksanakan pelatihan dan memonitor jalannya pelatihan
Program Aksi II : Pengembangan Jaringan
Tujuan program ini adalah:
1) Memperoleh informasi lengkap tentang berbagai lembaga yang sudah mengembangkan penggunaan TTI, termasuk semua produk yang telah dihasilkan
2) Terbentuknya aliansi atau kerja sama untuk menghindarkan pemborosan dengan menggunakan pengetahuan, pengalaman, dan fasilitas bersama.
Kegiatan yang perlu dilakukan meliputi:
1) Mengadakan inventarisasi lembaga-lembaga pendidikan yang telah menyelenggarakan/mengembangkan program ITI
2) Mengadakan rapat koordinasi untuk pembentukan jaringan komunikasi dan kerja sama
3) Dibangunanya unit layanan informasi
4) Penyusunan rencana kerja yang dapat dilakukan bersama
Program Aksi III : Penataran Guru/Dosen/Pengajar
Tujuan program ini adalah:
1) Terlatihanya tenaga kependidikan (guru, kepala sekolah, pemilik administator, dosen, pengajar, widyaiswara)
2) Timbulnya komitmen para pengelola lembaga/program pendidikan dan pelatihan terhadap model-model pembelajaran berbasis jaringan
3) Meningkatkanya kemampuan guru, dosen dan tenaga pengajar untuk merancang dan menyelenggarakan program pembelajaran dengan, menintrergrasikan bahan-bahan pembelajaran berbasis jaringan ke dalam program pembelajaran mereka
4) Terbentuknya forum dan kesempatan pertukaran pengetahuan, pengalaman, serta produk pembelajaran antara sesama sejawat
5) Masuknya materi pengenalan model pembelajaran berbasis jaringan dalam setiap kegiatan pendidikan prajabatan dan penataran guru
6) Tersediahnya sejumlah tenaga penatar pada tiap LPTK dan PPG/BPG yang mampu melatih rekan-rekanya mengenai pemanfaatan TTI
Kegiatan yang perlu dilakukan meliputi :
1) Menelurusi kebutuhan pendidikan/pelatihan dalam rangka aplikasi pembelajaran berbasis jaringan
2) Mengembangkan serangkaian program pendidikan/pelatihan pembuatan paket-paket pendidikan/pelatihanya
3) Mengembangkan program multimedia dan model-model pembelajaran berbasis jaringan dalam berbagai subjek dan jenjang
4) Menyelenggarakan acara sosialisasi aplikasi TTI kepada lembaga pendidikan/pelatihan
5) Mengusahakan sponsor dan partner dalam pengembangan, produksi, dan pemanfaatan program pembelajaran berbasis jaringan
6) Memperjuangkan kemudahan bagi lembaga-lembaga pendidikan/pelatihan untuk mengadopsi program pembelajaran berbasis jaringan
7) Membentuk tim kordinasi untuk penyelenggaraan penataran
8) Penyusunan Buku Petunjuk Operasional bagi para guru mengenai pembelajaran terbuka dengan komputer akses Internet dan LAN
Program Aksi IV : Pendidikan Luar Sekolah
Tujuan program ini adalah :
1) Tersusunya suatu kebijakan mengenai pola pemanfaatan TTI di sekolah pada semua jenjang
2) Terselenggaranya proyek-proyek perintisan penggunaan TTI di sepuluh kota (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Semarang Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Denpasar, dan Ujung pandang), sekarang sekurang-kurangnya dua Sekolah Dasar, dua SLTP, dua SMU dan dua SMK untuk tiap kota
3) Terbina dan terkoordinasikannya proyek-proyek perintisan penggunaan TTI di sekolah. Baik atas usaha swadaya maupun proyek yang dibiayai dari anggaran pembangunan
4) Terbentuknya perpustakaan elektronik untuk berbagai jenjang dan jenius sekolah
5) Tersedianya bahan-bahan belajar multimedia, yang dapat digunakan untuk belajar secara interaktif
6) Terbentuknya model-model penggunaan TTI di sekolah, termasuk kebijakan pengelolaan, konfigurasi peralatan, pengembangan dan adaptasi program pembelajaran/perangkat lunak, pengembangan kurikulum, serta pelatihan guru
Kegiatan yang oerlu dilakukan meliputi :
1) Menginventarisasi program dan kegiatan yang telah diluncurkan baik oleh swasta maupun pemerintah, mengenai penggunaan TTI untuk sekolah
2) Menginventarisasi sekolah-sekolah, baik yang atas prakarsa sendiri maupun yang dijadikan ajang perintisan proyek pembangunan, yang telah menggunakan TTI
3) Mengamati dengan cermat beberapa program/kegiatan yang terpilih untuk dikembangkan sebagai model untuk disebarkan
4) Membangun jaringan kerja sama dan koordinasi antar-sekolah yang bersangkutan
5) Mengembangkan paket belajar yang sesuai dan atau terkait dengan kurikulum sekolah, dalam bentuk multimedia yang interaktif
6) Menyusun Buku Pola Panduan Operasional Penggunaan TTI di sekolah
7) Merumuskan butir-butir usulan kebijakan (nasional, strategik, maupun operasional) yang diharapkan dapat digunakan sebagai pegangan bagi pejabat/petugas di lapangan
Program Aksi V : Pendidikan Tinggi
Tujuan program ini adalah:
1) Tersusunya informasi lengkap tentang program-program pembelajaran berbasis TTI yang dikembangkan oleh perguruan tinggi
2) Terselenggaranya pertemuan koordinasi antarperguruan tinggi pengembang program penggunaan TTI
3) Diperolehnya kemduahan bagi tiap perguruan tinggi untuk memperoleh akses terhadap program pembelajaran yang telah dikembangkan
4) Tersusunya model sistem pembelajaran berbasis TTI, termasuk kebijakan pengelolaan, konfigurasi, dan spesifikasi peralatan, pengembangan dan adaptasi program pembelajaran/perangkat lunak, pengembangan kurikulum, serta pelatihan dosen
Kegiatan yang perlu dilakukan meliputi :
1) Meninvetarisasikan dan mendeskripsikan program-program pembelajaran berbasis TTI yang dikembangkan oleh perguruan tinggi
2) Mengembangkan jaringan (webserver dengan domain sendiri), yang dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai program-program pembelajaran yang dikembangkan dan untuk diskusi
3) Melaksanakan pelatihan tenaga secara bersama, baik untuk perancangan dan produksi program, maupun untuk mengembangkan kurikulum dan mengelola kegiatan pembelajaran
4) Mengusahakan akses atas program-program jadi dari luar negeri, terutama yang dapat diperoleh tanpa atau dengan biaya murah
5) Mengusahakan sponsor dan mitra untuk kegiatan pengembangan
6) Mengusahakan pembakuan atau sekurang-kurangnya kompatibilitas sistem operasional dan peralatan untuk digunakan dalam proses pembelajaran
Program Aksi VI : Pendidikan Kedinasan dan Profesional
Tujuan program ini adalah :
1) Terbentuknya jaringan telematika untuk keperluan pendidikan dan pelatihan terbuka
2) Tersedianya tenaga pengembang program dan pelaksana lapangan (ahli teknologi pendidikan dan teknisi sumber belajar)
3) Terbentuknya perpustakaan elektronik yang dapat diakses oleh semua lembaga diklat
4) Tersedianya paket pelatihan dasar “melek TTI” untuk digunakan oleh semua lembaga pelatihan
5) Didayagunakanya surat elektronik antara sesama lembaga diklat
6) Terbentuknya homepage pada semua lembaga diklat
7) Tersedianya sarana dan peralatan untuk dapat dimanfaatkan oleh lebih dari satu kelompok sasaran
Kegiatan yang perlu dilakukan meliputi:
1) Mensosialisasikan pemanfaatan TTI kepada semua pimpinan dan karyawan lembaga diklat
2) Mengembangkan jaringan (webserver dengan domain sendiri), yang dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai program-program pembelajaran yang dikembangkan dan untuk diskusi
3) Melaksanakan pelatihan tenaga secara bersama, baik untuk perancangan dan produksi program, maupun untuk mengembangkan kurikulum dan mengelola kegiatan pembelajaran
4) Mengusahakan akses atas program-program jadi dari luar negeri, terutama yang dapat diperoleh tanpa atau dengan biaya murah
5) Mengusahakan sponsor dan mitra untuk kegiatan pengembangan
6) Mengusahakan pembakuan atau sekurang-kurangnya kompatibilitas sistem operasional dan peralatan untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
4. E-Government
Dalam rangka membangun e-government di institusi pemerintahan, secara formal e-government di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2003 saat diterbitkannya Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government melalui Inpres No. 3 Tahun 2003 yang merupakan payung bagi kebijakan di bidang e-government. Ada sejumlah langkah-langkah yang diambil, yaitu :
a. Rencana Legalisasi Software Pemerintah
Langkah tersebut diambil untuk menekan angka pembajakan software di instansi pemerintah. Selain itu juga dampak dari legalisasi tersebut mendorong penggunaan software berbasis open source yang relatif lebih murah sehingga mampu menurunkan biaya belanja untuk pengadaan software. Jumlah pembajakan berkurang (Pemerintah: 0%, Nasional : 65%) dan meningkatkan citra positif Indonesia di mata internasional.
b. E-procurement
Dengan adanya proses pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah melalui e-procurement, diharapkan proses pengadaan barang dan jasa menjadi lebih efektif, efisien, transparan, serta mampu menekan perilaku-perilaku KKN yang kerap kali terjadi. Saat ini, proses pengadaan barang dan jasa melalui internet masih dalam tahap e-announcement (pengumuman melalui situs).
c. National Single Window
National Single Window diterapkan untuk integrasi semua layanan pemerintah lintas departemen dalam satu pintu sehingga lebih efisien.National Single Window menyediakan layanan perdagangan ekspor dan impor dalam satu kanal website pemerintah yang mencakup proses pengurusan bea cukai, pengiriman, transfer bank, asuransi, perizinan, dan sebagainya. Intinya, adanya integrasi semua layanan pemerintah lintas departemen dalam satu pintu. Tujuannya adalah peluang ekspor dan impor lebih besar dan proses lebih cepat serta mempercepat pergerakan perekonomian Indonesia.
download ppt:
0 komentar:
Posting Komentar