Rabu, 22 Desember 2010

E-LEARNING


E-LEARNING

A.PENDAHULUAN
Seiring perkembangan teknologi internet, model e-learning mulai dikembangkan, sehingga kajian dan penelitian sangat diperlukan. Hakekat e-learning adalah bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet. Sistem ini dapat digunakan dalam pendidikan jarak jauh atau pendidikan konvensional. Oleh karena itu mengembangkan model ini tidak sekedar menyajikan materi pelajaran ke dalam internet tetapi perlu dipertimbangkan secara logis dan memegang prinsip pembelajaran. Begitu pula desain pengembangan yang sederhana, personal, dan cepat, serta unsur hiburan akan menjadikan peserta didik betah belajar di depan internet seolah-seolah mereka belajar di dalam kelas. Ilmu dan teknologi terutama teknologi informasi berkembang sangat pesat. Pesatnya perkembangan teknologi ini berdampak pada perbagai perubahan sosial budaya. Misalnya e-commerce merupakan perubahan radikal dalam aspek ekonomi masyarakat modern saat ini. Di sektor pemerintahan ada e-government. Demikian pula di sektor pendidikan sudah berkembang apa yang disebut e-learning.
Pemanfaatan teknologi internet untuk pendidikan dipelopori oleh sekolah militer di Amerika Serikat (1983). Sejak itu tren teknologi internet untuk pendidikan berkembang pesat dan lebih dari 100 perguruan tinggi di Amerika Serikat telah memanfaatkannya. Begitu pula teknologi ini berkembang pesat di negara-negara lain. Hasil survai yang dilakukan James W. Michaels dan Dirk Smilie (dalam Andito M. Kodijat, 2002) saat ini provider di dunia ada sekitar 25% pendidikan tinggi yang menawarkan programnya melalui internet. Visi dari sekolah (universitas) ini adalah untuk mencapai dan memberikan layanan pada pasar tanpa dibatasi atau perlu memperluas fasilitas fisiknya. Di Indonesia pemanfaatan teknologi internet dimulai sekitar tahun 1995 ketika IndoInternet membuka jasa layanan internet.
Kemudian tahun 1997-an mulai berkembang pesat. Namun harus diakui bahwa kini pemanfaatan teknologi ini masih didominasi oleh lembaga seperti perbankan, perdagangan, media massa, atau kalangan industri. Jika melihat potensinya, dalam waktu mendatang mungkin saja lembaga pendidikan akan mendominasinya. Pemanfatan teknologi internet untuk pendidikan di Indonesia secara resmi dimulai sejak dibentuknya telematika tahun 1996). Masih ditahun yang sama dibentuk Asian Internet Interconnections Initiatives (www.ai3.itb.ac.id/indonesia). Jaringan yang dikoordinir oleh ITB ini bertujuan untuk pengenalan dan pengembangan teknologi internet untuk pendidikan dan riset, pengembangan backbone internet pendidikan dan riset di kawasan Asia Pasific bersama-sama perguruan tinggi di kawasan ASEAN dan Jepang, serta pengembangan informasi internet yang meliputi aspek ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sosial, dan ekonomi.
Hingga kini sudah ada 21 lembaga pendidikan tinggi (negeri dan swasta), lembaga riset nasional, serta instnasi terkait yang telah bergabung. Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan internet untuk pendidikan di Indonesia khususnya di perguruan tinggi terus berkembang. Misalnya tahun 2001 didirikan universitas maya Indonesia Bangkit University Teledukasi (IBUTeledukasi) bekerjasama dengan Universitas Tun Abdul Razak Malaysia, beberapa PT juga menawarkan program on-line course misalnya (www.petra.ac.id). Universitas Terbuka mengembangkan on-line tutorial (www.ut.ac.id/indonesia/tutorial.htm), Indonesia Digital Library Network mengembangkan perpustakaan elektronik (www.idln.itb.ac.id) , dan lain-lain. Pemanafaatan internet untuk pendidikan ini tidak hanya untuk pendidikan jarak jauh, akan tetapi juga dikembangkan dalam sistem pendidikan konvensional.
Kini sudah banyak lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi yang sudah mulai merintis dan mengembangkan model pembelajaran berbasis internet dalam mendukung sistem pendidikan konvensional. Namun suatu inovasi selalu saja menimbulkan pro dan kontra. Yang pro dengan berbagai dalih meyakinkan akan manfaat kecanggihan teknologi ini seperti, memudahkan komunikasi, sumberinformasi dunia, memudahkan kerjasama, hiburan, berbelanja, dan kemudahan aktivitas lainnya. Sebaliknya yang kontra menunjukan sisi negatifnya, antara lain biaya relatif besar dan mudahnya pengaruh budaya asing. Internet sebagai media baru ini juga belum begitu familier dengan masyarakat, termasuk personil lembaga pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu terus dilakukan kajian, penelitian, dan pengembangan model e-learning.

B. E- LEARNING
Banyak para ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya. Karena e-learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan elearning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi elektronik (radio, televisi, film, komputer, internet, dll). Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet. Secara lebih rinci Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning, yaitu:
·         e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam e-learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
·         e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD ROM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa dikolongkan sebagai elearning.
·         e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan. Uraian di atas menunjukan bahwa sebagai dasar dari e-learning adalah pemanfaatan teknologi internet. Jadi e-learning merupakan bentuk pembelajaran konvensional yang dituangkan dalam format digital melalui teknologi internet.

Keuntungan menggunakan e-learning diantaranya :
• menghemat waktu proses belajar mengajar,
• mengurangi biaya perjalanan,
• menghemat biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku),
• menjangkau wilayah geografis yang lebih luas,
• melatih pelajar lebih mandiri dalam mendapatkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu e-learning dapat digunakan dalam sistem pendidikan jarak jauh dan juga sistem pendidikan konvensional. Dalam pendidikan konvensional fungsi e-learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut:
A. e-learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line.
B.  e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi.
C.  E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
D.  Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

C. PERTIMBANGAN E-LEARNING
Pertimbangan memutuskan sistem pendidikan konvensional menjadi sistem e-learning tentu saja bukan didasarkan pada trend, ikut-ikutan teknologi internet, tetapi perlu dikaji secara matang. Oleh karena itu para penyusun dan pengambil kebijakan perlu melakukan observasi dan studi kelayakan. Beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan antara lain:
(1). Anggaran biaya Yang diperlukan. Bandingkan biaya untuk pendidikan konvensional dengan e-learning. Melalui e-learning, biaya mendirikan bangunan sekolah, buku - buku, tenaga pengajar, dan biaya operasional peserta didik dapat ditekan. Oleh karena itu pendidikan jarak jauh atau sistem konvensional yang massal akan lebih efisien dengan e-learning.
(2). Materi apa saja yang menjadi prioritas dimasukan pada model e-learning sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan, atau semua materi pelajaran perlu dimasukan.
(3). Pengalihan dari konvensinal ke e-learning apakah bisa dilakukan sendiri atau perlu kerjasama dengan instansi lain. Instansi seperti perguruan tinggi (yang memiliki SDM relevan) dan kalangan industri (terutama industri perangkat lunak) sangat potensial dijadikan mitra kerjasama.
(4). Apakah perubahan ini bisa diterima (diadopsi) dengan baik oleh sasaran.
Sebagai hasil inovasi, proses difusi sangat diperlukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Oos M. Anwas (2003) menunjukan bahwa adopsi inovasi e-learning dalam tahapan pembentukan sikap di kalangan akademisi masih bervariasi. Banyak faktor yang menentukan, diantaranya exposure informasi internet, kedekatan dengan teknologi komunikasi dan informasi, dan derajat kebutuhan terhadap internet. Namun yang menarik dari penelitian ini adalah faktor kondusivitas organisasi dapat mempengaruhinya. Dalam organisasi yang kondusif, akademisi cenderung lebih baik dalam mengadopsi e-learning dibandingkan dengan organisasi yang kurang kondusif. Faktor organisasi yang relatif homogen seperti perguruan tinggi ini lebih penting dibandingkan dengan mempermasalahkan faktor demografi seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, klas ekonomi, dan faktor personality (type kepribadian). Padahal dalam penelitian adopsi inovasi sebelumnya, factor demografi dan personality tersebut sering dijadikan penjelas dan mempengaruhi individu dalam mengadopsi suatu inovasi. (5). Bagaimana menerapkan perubahan tersebut sehingga bisa tercapai secara efektif dan efisien, serta bagaimana kelanjutan operasional termasuk evaluasi dan tindaklanjutnya.


D. PENGEMBANGAN MODEL
Pengembangan model e-learning perlu dirancang secara cermat sesuai tujuan yang diinginkan. Jika kita setuju bahwa e-learning di dalamnya juga termasuk pembelajaran berbasis internet, maka pendapat Haughey (1998) perlu dipertimbangkan dalam pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu “web course, web centric course, dan web enhanced course”.
Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh. Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut. Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.
Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan. Pengembangan e-learning tidak semata-mata hanya menyajikan meteri pelajaran secara on-line saja, namun harus komunikatif dan menarik. Materi pelajaran didesain seolah peserta didik belajar dihadapan pengajar melalui layar komputer yang dihubungkan melalui jaringan internet. Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang e-learning, yaitu “sederhana, personal, dan cepat”. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada , dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem elearning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learningnya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas.
Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola. Untuk meningkatkan daya tarik belajar, Onno W. Purbo menambahkan perlunya menggunakan teori games. Teori ini dikemukakan setelah diadakan sebuah pengamatan terhadap perilaku para penggemar games komputer yang berkembang sangat pesat. Bermain games komputer sangatlah mengasyikan. Para pemain akan dibuat hanyut dengan karakter yang dimainkannya lewat komputer tersebut. Bahkan mampu duduk berjam-jam dan memainkan permainan tersebut dengan senang hati. Fenomena ini sangat menarik dalam mendesain e-learning.
Dengan membuat sistem e-learning yang mampu menghanyutkan peserta didik untuk mengikuti setiap langkah belajar di dalamnya seperti layaknya ketika bermain sebuah games. Penerapan teori games dalam merancang materi e-learning perlu dipertimbangkan karena pada dasarnya setiap manusia menyukai permainan. Secara ringkas, e-learning perlu diciptakan seolah-olah peserta didik belajar secara konvensional, hanya saja dipindahkan ke dalam sistem digital melalui internet. Oleh karena itu e-leraning perlu mengadaptasi unsur-unsur yang biasa dilakukan dalam sistem pembelajaran konvensional. Misalnya dimulai dari perumusan tujuan yang operasional dan dapat diukur, ada apersepsi atau pre test, membangkitkan motivasi, menggunakan bahasa yang komunikatif, uraian materi yang jelas, contoh-contoh kongkrit, problem solving, tanya jawab, diskusi, post test, sampai penugasan dan kegiatan tindak lanjutnya. Oleh karena itu merancang e-laarning perlu melibatkan pihak terkait, antara lain: pengajar, ahli materi, ahli komunikasi, programmer, seniman,dll.


E. PENERAPAN E-LEARNING DI INDONESIA
Di Era Globalisasi ini Internet merupakan media yang sangat cepat dalam perkembangannya. Semua Informasi tersedia di Internet dan dapat diakses oleh siapa saja dengan mudah, fleksibel ,cepat dan akurat. Hal inilah yang melandasi adanya ide untuk memanfaatkan Internet sebagai media pembelajaran dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia.
Istilah E–Learning merupakan gabungan dari dua kata yaitu E yang merupakan singkatan dari Electronic (Elektronik) dan Learning (Belajar). Jadi E–Learning adalah Belajar dengan menggunakan bantuan alat Elektronik. Lebih jelasnya E-Learning adalah suatu proses belajar mengajar antara pengajar dengan muridnya tanpa harus bertatap muka satu sama lain. Hal itu dikarenakan bantuan alat elektronik (tepatnya PC) yang terkoneksi dengan Internet sehingga siswa dapat belajar di manapun dan kapanpun tanpa harus datang ke kampus atau ke sekolah.
Saat ini penerapan E-Learning di Indonesia kurang bagus. Hal itu karena besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pengaplikasian E-Learning. Tidak semua perguruan tinggi menggunakan E-Learning dalam proses pembelajarannnya. Hanya perguruan tinggi yang besar saja (mampu dalam hal keuangan) yang mengaplikasikan E-Learning dalam penyampaian bahan ajarnya, itupun tidak semua perguruan tinggi mengaplikasikannya.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang mengaplikasikan E-Learning diantaranya adalah UNP (Universitas Negeri Padang), UGM (Universitas Gadjah Mada) dan ITB (Institut Teknologi Bogor). Dari ketiga perguruan tinggi diatas telah diketahui bahwa ketiga perguruan tinggi tersebut memiliki dana yang cukup untuk membangun jaringan E-Learning sehingga bisa mengaplikasikan E-Learning dalam proses pembelajarannya.
Antusias pelajar / mahasiswa terhadap penerapan E-Learning dalam proses pembelajaran merupakan kendala tersendiri dalam pengembangan aplikasi E-Learning di Indonesia. Hal itu juga dilandasi oleh beberapa faktor, diantaranya banyak pelajar yang tidak mau tahu dengan perkenbangan Internet saai ini, mahalnya biaya penggunaan Internet bagi ukuran kantong pelajar, dan masih banyak faktor lain yang melandasinya.
Penerapan E-Learning di Indonesia akan berjalan dengan baik jika faktor yang menghambatnya dapat teratasi. Dari pihak universitas harus berusaha bagaimana caranya dapat membangun jaringan E-Learning dan menarik minat mahasiswa untuk menggunakannya dengan cara menyediakan fasilitas untuk penggunaan E-Learning. Dari pihak mahasiswa sendiri harus lebih berfikir lagi untuk tidak menggunakan E-Learning karena hal itu akan sangat merugikan diri sendiri.


Pengembangan E-Learning untuk Tutorial
Pengembangan e-learning untuk keperluan tutorial di UT dilakukan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang begitu cepat. Terkadang suatu proses belum selesai dilakukan seluruhnya, muncul bentuk teknologi baru sehingga proses pengembangan yang sudah dirancang harus dimodifikasi sesuai dengan perkembangan teknologi. Tahapan pengembangan e-learning di UT dibedakan menjadi tahap pengembangan tingkat universitas dan tahap pengembangan tingkat fakultas.

1.
Tahapan Pengembangan Universitas
Tutorial elektronik (tutel) di UT merupakan bentuk tutorial yang menggunakan komputer sebagai media interaksi antara pengajar dan mahasiswa. Tutel merupakan istilah yang digunakan UT dan merupakan penerapan e-learning untuk kepentingan tutorial. Tutel ditawarkan pertama kali kepada mahasiswa pada tahun 1999. Tahap pengembangan dilakukan sebelumnya oleh Pusat Penelitian Media (P2M) UT sejak tahun 1995. Tahap pengembangan ini merupakan tahap pengembangan pada tingkat universitas. Tahap pengembangan pada tingkat universitas dilakukan untuk mengintegrasikan pengembangan sistem e-learning dengan sistem yang telah ada sebelumnya. Tahap ini dibedakan dengan tahap pengembangan pada tingkat fakultas yang lebih merupakan tahap ke arah implementasi dari pengembangan e-learning tingkat universitas atau penerapan dari e-learning. Tahap pengembangan tingkat universitas terdiri dari:
Tahap pengembangan infrastruktur maupun sistem. Tahap pengembangan infrastruktur dilakukan secara bertahap yaitu pengembangan infrastruktur di UT Pusat dan di UPBJJ. Selain itu, survei dilakukan oleh tim peneliti UT pada tahun 1999 untuk mengetahui ketersediaan infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia bagi kepentingan mahasiswa (Anggoro dkk, 2001).
Tahap pemilihan program aplikasi. Pada tahap ini, pengembangan mengalami beberapa kali perubahan. Hal tersebut terjadi karena perkembangan teknologi yang pesat. Sebagai contoh, pada awal pengembangan teknis, UT memanfaatkan aplikasi internet yang bemama mailing-list. Dengan munculnya aplikasi Internet yang bemama WebCT, maka UT mencoba untuk mempelajari aplikasi tersebut dan sempat menerapkan WebCT pada skala kecil. Pengembangan WebCT tidak dilanjutkan karena munculnya aplikasi internet yang lebih baik yaitu Manhattan Virtual Classroom. Pengalaman ini menunjukkan bagaimana perubahan teknologi yang begitu pesat mempengaruhi perubahan pemilihan aplikasi Internet yang akan diterapkan di UT.
Tahap pengembangan kemampuan tenaga dosen atau staf akademik. Pada tahap ini diadakan sosialisasi pengenalan konsep serta sistem tutorial elektronik terlebih dulu, kemudian diadakan pelatihan-pelatihan yang sifatnya tidak hanya untuk memberi kemampuan teknis staf tapi juga untuk mengubah persepsi staf akademik terhadap peran mereka sebagai dosen atau tutor dalam e-leaming.
Pelatihan teknis terhadap dosen atau staf akademik dilakukan secara bertahap, sehingga semua staf mendapat pelatihan baik penggunaan komputer maupun cara melakukan interaksi dengan mahasiswa melalui e-mail. Tahap pelatihan terhadap dosen mulai berlangsung pada tahun 1999 dengan jumlah tutor sebanyak 98 orang untuk 40 matakuliah (Anggoro dkk, 2001). Setiap mata kuliah dapat diasuh oleh satu atau sekelompok tutor (1-6 orang). Sampai saat ini jumlah matakuliah yang ditawarkan untuk tutorial elektronik adalah sebanyak 171 mata kuliah.
Tahap pengembangan yang mungkin paling sulit dilakukan dan hasilnya sulit diidentifikasi adalah tahap mengubah persepsi stafakademik terhadap perubahan peran mereka sebagai tutor yang sebelumnya memberikan tutorial melalui tatap muka menjadi tutorial melalui medium elektronik. Perubahan peran tersebut bukanlah hal yang mudah diadopsi. Sebagai contoh, sejak disosialisasikan kepada staf akademik yang berfungsi pula sebagai tutor, penerapan tutorial elektronik masih tetap dikelola di tingkat universitas. Seharusnya tutor aktif dalam proses tutorial elektronik ini. Pada kenyataannya kondisi tersebut belum dapat berjalan.
2.
Tahapan Pengembangan Fakultas
Dari empat fakultas (FEKON, FKIP, FISIP, FMIPA) yang ada di UT, FISIP mencoba untuk mengembangkan tutorial elektronik di tingkat fakultas. Tahap pengembangan di tingkat fakultas lebih bersifat implementasi dari pengembangan yang telah dilakukan di tingkat universitas. Karena bersifat implementatif, maka pengembangannya dilakukan dalam bentuk action research yaitu melakukan pengembangan sekaligus penerapan dan evaluasi untuk pengembangan penerapan selanjutnya.
Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan langkah-langkah pengembangan sebagai berikut.
1)
Pemilihan mata kuliah.
Dari empat fakultas (FEKON, FISIP, FKIP, FMIPA) yang ada di UT, saat ini FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) mencoba untuk mengembangkan tutorial elektronik. Matakuliah yang akan ditutorkan dipilih dengan kriteria sebagai berikut:
Dianggap sulit oleh mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kelulusan yang rendah dan berdasarkan banyaknya permintaan tutorial oleh mahasiswa (menunjukkan minat mahasiswa).
Menuntut keterampilan baru. Keterampilan tersebut berupa keterampilan mahasiswa untuk mengungkapkan ide atau pemikiran ke dalam bentuk tertulis atau uraian. Mayoritas evaluasi hasil belajar di UT menggunakan bentuk “multiple choice” (tes objektif).
Belum dikembangkan di tingkat universitas.
Antisipasi jumlah peserta dengan kemampuan tutuor. Uji coba tutel di tingkat fakultas ini merupakan keterampilan baru mahasiswa maupun bagi tutor. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan agar tidak mengganggu kegiatan tutor lainnya.
Berdasarkan kriteria tersebut, terpilih matakuliah ADBI4500 (Ujian KomprehensifTertulis atau UKT Program Studi Administrasi Niaga).
2)
Penentuan pendekatan tutorial.
Pada pengembangan tutel di tingkat universitas, pemilihan mata kuliah dilakukan dengan pendekatan pengayaan wawasan keilmuan. Pada pengembangan tutel di tingkat fakultas, pemilihan matabkuliah dilakukan tidak hanya dengan pendekatan tersebut, namun juga dengan pendekatan pengayaan keterampilan belajar baru (mengungkapkan ide/pemikiran secara tertulis). Pendekatan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa mahasiswa yang mengambil UKT umumnya telah menyelesaikan/mengikuti ujian mata kuliah penunjangnya, sehingga mereka dianggap sudah memiliki penguasaan atas materi mata kuliah tersebut. Jika selama ini mereka gagal UKT, hal tersebut lebih disebabkan karena mereka tidak tahu cara mengerjakan UKT.
3)
Sosialisasi program tutorial.
Sosialisasi dilakukan dengan pengiriman brosur kepada mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan mengikuti UKT. Pada tahap pengembangan ini, brosur dikembangkan dengan memberikan berbagai informasi dan pilihan media yang diperiukan mahasiswa (surat cetak, fax-internet, dan e-mail).
4)
Rekrutmen tutor.
Tutor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: menguasai materi, pernah mengikut program PATUT, dan pernah mengikuti pelatihan tutel.
Pengembangan yang dilakukan di tingkat fakultas ini tidak langsung berjalan dengan lancar, karena berbagai kendala. Pembahasan mengenai kendala-kendala pengembangan e-learning , akan dibahas kemudian. Berikut ini akan dibahas langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan di tingkat fakultas, yaitu:
Pengembangan materi untuk tutorial. Materi yang dikembangkan pada tutel adalah materi yang dikembangkan pula untuk kepentingan tutorial tatap muka.
Materi dimodifikasi karena tutorial elektronik berbeda dengan tatap muka. Berbagai kesalahan penulisan materi dapat diatasi oleh tutor pada tutorial tatap muka, namun kesalahan tersebut tidak dapat diperbaiki pada tutorial elektronik. Oleh karena itu, materi perlu disesuaikan dengan format untuk kepentingan tutorial elektronik ini. Pengembangan materi ini terdiri dari dua tahap yaitu pengembangan materi oleh ahli materi dan pengembangan teknis untuk memasukkan materi ke dalam format tutorial elektronik.
Pengembangan strategi tutorial. Pengembangan strategi pembelajaran tutorial ternyata berbeda dengan tutorial tatap muka. Tutor pada tutorial elektronik perlu lebih aktif mendesain proses tutorial agar mahasiswa aktif dalam tutorial. Baik tutor maupun mahasiswa masih dalam proses pencarian bentuk proses tutorial elektronik, sehingga proses tutorial elektronik ini memerlukan pengamatan terus untuk memperoleh bentuk yang sesuai untuk tutor dan mahasiswa.
Pengembangan teknis administrasi tutorial. Teknis adiministrasi tutorial elektronik merupakan aspek organisasi yang perlu dikembangkan karena menimbulkan perubahan dalam pengelolaan organisasi.
Penerapan tutorial (akan dibahas selanjutnya).
Evaluasi, dan
Perbaikan strategi tutorial.

Pelaksanaan Tutorial Elektronik
Mata kuliah-mata kuliah yang ditawarkan kepada mahasiswa untuk kepentingan tutorial elektronik adalah mata kuliah yang dikembangkan bersama dan dikoordinir di tingkat universitas. Namun strategi pembelajaran yang dikembangkan di FISIP untuk mata kuliah tertentu berbeda dengan tingkat fakultas. Pengembangan yang dilakukan FISIP adalah untuk mencari altematif strategi pembelajaran melalui e-learning.
Pada tingkat universitas, fungsi tutor cenderung reaktif dalam arti baru akan merespon jika mahasiswa mengirim e-mail kepada tutor untuk matakuliah yang ditawarkan. Dengan cara tersebut, tutorial kurang berjalan. Laporan penelitian dari tim P2M (Anggoro dkk, 2001) menunjukkan bahwa dari 40 matakuliah yang ditawarkan, temyata belum semua dimanfaatkan oleh mahasiswa. Mata kuliah yang diakses oleh mahasiswa adalah sebanyak 28 dari 40 mata kuliah (70%), dengan interaksi yang sangat rendah yaitu dari mahasiswa ke tutor hanya 1 - 2 kali dan dari tutor ke mahasiswa 1 - 4 kali.
Hasil penelitian Anggoro dan tim (Anggoro dkk, 2001) mengidentifikasi alasan mahasiswa tidak mengirim e-mail, yaitu: (1) malu karena merasa kurang menguasai materi, (2) masih belum mengerti cara mengirim e-mail, (3) mata kuliah yang mereka ikuti bukan merupakan mata kuliah yang sedang diregistrasikan, dan (4) tidak mengetahui alamat peserta tutel lainnya. Alasan-alasan tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa “gamang” dalam mengikuti tutel.
Keadaan tersebut jelas sangat memprihatinkan, oleh karena itu, di tingkat fakultas diakukan pengembangan tutorial elektronik untuk matakuliah tertentu yang diminati mahasiswa, yaitu mata kuliah persipan UKT ADB14500. Dengan mempertimbangkan bahwa pengembangan infrastruktur telah dilakukan di tingkat universitas, maka pengembangan di tingkat fakultas dilakukan lebih kearah pengembangan strategi pembelajaran dan tutorial. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh tim P2M dan kondisi mahasiswa yang nampaknya belum terbiasa dan siap dengan e-learning, maka pengembangan dilakukan dengan membuat tutorial penghubung antara tutorial tatap muka dan tutorial elektronik yaitu tutorial tertulis melalui surat cetak. Pelaksanaan tutorial tertulis cetak dan tutorial berbasis e-learning dimulai tahun 2001. Pelaksanaan tutorial diawali dengan penyebaran informasi melalui brosur kepada mahasiswa yang berpotensi mengikuti UKT atau ujian komprehensif. Peserta yang mendaftar mengikuti tutorial cukup menjanjikan di mana 27 respon datang dari mahasiswa dari sejumlah 72 peserta UKT dan sekitar 100 orang yang dikirim brosur. Tiga diantaranya mendaftar melalui e-mail. Sedangkan yang lain, memilih tutorial tertulis cetak. Untuk 2002 akan dilanjutkan pelaksanaan tutorial melalui media cetak dan komputer berbasis jaringan internet (e-mail dan Manhattan Virtual Classroom) yang diintegrasikan dengan fax-internet khusus untuk mata kuliah persiapan UKT ADBI4500.
Pada tahap awal pelaksanaan tutel, berbagai kendala muncul. Namun dengan adanya tutonal penghubung, yaitu tutorial tertulis cetak maka kendala-kendala tersebut dapat diminimalkan. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah:
1.prediksi jadwal tutorial yang masih kurang tepat, sehingga proses tutorial belum berjalan dengan lancar.
2. ketidaksiapan staf administratif untuk mendata peserta tutorial
3. ketidaksiapan tutor merespon aktivitas tutorial bermedia ini.

Peran TIK Dalam Pembelajaran
 Penerapan Yang Seharusnya Vs Penerapan Ynag Kurang Tepat
UNESCO mengkategorikan pemanfaatan ICT untuk pembelajaran di sekolah ke dalam empat level seperti di gambarkan sebagai berikut:
Tahap emerging, artinya baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (learning to useICT). Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum(pembelajaran. Tahap transforming merupakan tahap yang paling ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK diaplikasikan secra penuh baik untuk proses pembelajaran(instructional purpose) maupun untuk administrasi (administrative purpose). Sementara itu bila dilihat dari sisi peran TIK bagi siswa, maka e-learning yang sesungguhnya adalah pemanfaatan TIK secara relevan dan tepat oleh guru untuk memungkinkan siswa :
v  Menjadi partisipan aktif. Jika pemanfaatan TIK dalam pembelajaran masih membuat siswa tetap pasif, seperti guru mengajar dengan menggunakan slide presntasi dimana masih dominan adalah dirinya, maka sia-sialah teknologi tersebut digunakan.
v  Menghasilkan dan berbagi (sharing) pengetahuan/keterampilan serta berpartisipasi sebanyak mungkin sebagaimana layaknya seorang ahli.
v  Belajar secara kolaboratif dengan siswa lain.
Jadi, secara teoritis, e-learning yang sesungguhnya adalh pemanfaatan TIK yang memungkinkan terjadinya proses belajar yang :
v  Aktif; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
v  Konstruktif; memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dab keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
v  Kolaboratif; memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.
v  Antusiatik; memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
v  Dialogis; memungkinkan proses belajarsecara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun di luar sekolah.
v  Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real world) melalui pendekatan “problem-based atau case-based learning”.
v  Reflektif; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagi bahan dari prose belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et all (2001)).
v  Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual maupun kinestetik (dePorter et al, 2000)
v  High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi(seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll) serta secara tidak langsung juga meningkatkan “ICT&media literacy” (Fryer, 2001)


Bagaimana Mendorong Peningkatan Pemanfaatan TIK Untuk Pembelajaran Di Sekolah
Dari sisi pendekatan, fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan e-learning yang sesungguhnya seperti dijelaskan atas, yaitu : 1) pendekatan topic (theme-centered approach); dan 2) pendekatan software (software-centered approach)
*      Pendekatan Topik (Theme-Centered Approach)
Pada pendekatan ini, topic atau satuan pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan adalah : 1) menentukan topic; 2) menentuka tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) menentukan aktifitas pembelajaran dengan memanfaatkan TIK ( seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online di internet atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
*   Pendekatan Software (Software-Centered Approach)
Pendekatan ini menganut langkah yang sebaliknya. Langkah pertama dimulai dengan mengidentifikasi TIK yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau digunakan. Kemudian, dengan kondisi TIK yang ada seperti tersebut, guru merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk suatu topik pelajaran tertentu.
Sedangkan dari sisi pembelajaran, ada beberapa metode yang disarankan untuk membangun keterampilan masyarakat abad 21 dengan memanfaatkan TIK sebagai pendukungnya. Beberapa metode tersebut adalah sebagai berikut :
v  Resouces-based learning memiliki karateristik dimana siswa diberikan/disediakan berbagai ragam dan jenis bahan belajar baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non cetak (CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar lain (orang, alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Kemudian siswa diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar tertentu dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan.
v  Cased/problem learning; Case-based learning memiliki karateristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan terstruktur untuk dipecahkan. Dengan case- based learning solusi pemecahan masalahnya sudah tertentu karena scenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi dalam problem-based learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya akan berbeda.
v  Simulation-based learning memiliki karateristik dimana siswa diminta untuk mengalami suatu peristiwa yang sedang dipelajarinya.
v  Colaborative-based learning memiliki karateristik dimana siswa dibagi kedalam beberapa kelompok, secara kolaboratif melakukan tugas yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama.

Mengapa Harus Menggunakan E-Learning Dalam Kegiatan Pembalajaran?
Pendahuluan
Allan J.Honderson, sebagimana yang dikutip oleh Roy Sembel dan Sarah Sembel mengemukakan bahwa e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi computer, atau yang biasanya disebut internet. Lebih lanjut dikemukakan bahwa e-learning memungkinkan peserta didik belajar tanpa harus hadir secara fisik di ruang kelas dan berinteraksi langsung dengan guru/dosen. Dengan menggunakan computer di tempat mereka masing-masing yang sudah terkoneksi dengan internet, peserta didik dapat mengikuti pelajaran.
Keadaan tersebut di atas dimungkinkan terjadi apabila lembaga pendidikan(sekolah/pendidikan tinggi) telah mengembangkan e-learning. William Horton, sebagimana yang dikutip oleh Roy Sembel menjalaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web(yang bisa diakses dari internet). E-learning merupakan pembelajaran yang disampaikan dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan internet(world wide web yang menghubungkan semua unit computer di seluruh dunia yang terkoneksi dengan internet) dan intranet(jaringan yang bisa menghubungkan semua unit computer dalam sebuah institusi).
Melalui e-learning, para pesrta didik(siswa maupun mahasiswa) dimungkinkan untuk tetap dapat belajar sekalipun secara fisik tidak hadir atau berhalangan hadir mengikuti kegiatan perkuliahan di dalam kelas. Keadaan yang demikian ini dapt terjadi apabila lembaga pendidikan telah mengembangkan dan mengimplementasikan e-learning dalam kegiatan pembelajaran sehingga para peserta didik dapat lebih mengoptimalkan kegiatan belajarnya. Interaksi para peserta didik dengan guru atau dosen tidak lagi terbatas hanya di ruang kelas atau perkuliahan tetapi dapat dilanjutkan di ruang maya(virtual room).

Kajian Literatur Dan Pembahasan
Manfaat e-learning
Karateristik e-learning antara lain adalah : (a) memanfaatkan jasa teknologi elektronik dimana gruru dan peserta didik, peserta didik dans esama peserta didik atau guru dan sesame guru dapat berkomunikasi dengan relative mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler, (b) memnfaatkan keunggulan computer(digital media dan compter networks), (c) menggunakan bahan belajar yang bersifat mandiri(self learning materials) dan yang tersimapan dikomputer sehungga dapat diakses oleh guru dan peserta didik kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya, dan (d) memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di computer.
Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari 2 sudut, taitu dari sudut peserta dididk dan guru/dosen.


  1. Dari Sudut Peserta Didik
Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya fleksibilitas kegiatan pembelajaran yang tinggi. Artinya, peserta didik tidak hanya dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat tatapi juga dapat melakukannya secara berulang0ulang sesuai kebutuhan. Manakala peserta didik menghadapi masalah atau kesulitan memahami materi pelajaran atau kesulitan lainnya, maka pesrta didik dapat berkomunikasi dengan guru/dosen setiap saat sesuai dengan tuntutan keperluannya.
Selain itu peserta didik juga dapat (1) belajar sendiri secra cepat untuk (a) meningkatkan penegtahuan atau memperluas wawasan, (b) belajar secara interaktif melalui komunikasi dengan sesama peserta didik atau narasumber lainnya, dan (c) mengembangkan kemampuan di bidang penelitian yang sekaligus juga meningkatkan kepekaan terhadap berbagi permasalahn yang ada.
Kegiatan e-learning menurut Brown (Brown,2000) akan meberikan manfaat kepada peserta didik yang : (1) belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh sekolahnya, (2) mengikuti program pendidikan keluarga di rumah(home schoolers) untuk mempelajari materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para orangtuanya seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang komputer, (3) merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di luar negeri, dan (4) tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
  1. Dari Sudut Guru/Dosen
Phillip Rekdale mengemukakan bahwa melalui pemanfaatan internet, para guru/dosen mempunyai kesempatan untuk pengembangan kemampuan profesionalnya, yaitu diantaranya melalui (1) peningkatan pengetahuan, (2) berbagi sumber diantara sesama guru yang semata pelajaran, (3) penerbitan atau publikasi, (4) bekerjasama dengan guru-guru di luar negeri, dan (5) berpartisipasi dalam forum dan rekan sejawat baim lokal maupun internasional.
Dengan adanya kegiatan e-learning (Soekartawi, 2002), beberapa manfaat yang diperoleh guru/dosen/instruktur antara lain adalah bahwa guru/dosen/instryktur dapat : (1) lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang terjadi, (2) mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak, (3) mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan guru/dosen/instruktur juga dapat mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang telah dipelajari, berapa lama suatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu dipelajari ulang, (4) mengecek apakah peserta didik telah mengajarkan soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu, dan (5) memeriksa jawaban peserta didik dan meberitahukan hasilnya kepada peserta didik.
Sedangkan ahli lainnya, A.W.Bates (Bates,1995) dan K.Wulf (Wulf,1996) mengemukakan 2 (empat) manfaat e-learning yaitu sebgai berikut :
  1. Meningkatkan kadar inetraksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity). Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001)
  2. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibillity). Mengngat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002).
  3. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan e-learning semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, dimana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar dan berinteraksi dengan materi pelajaran melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka luas bagi siapa saja yang membutuhkan untuk pengembangan kualitas dirinya.
  4. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut mebnatu mempermudah pengembangan materi e-learning. Demikian juag dengan penyempurnaan atau pemutakhiran materi pelajaran, dapat dilakukan secara periodic dan mudah sesuai dengan tuntutan perkembanagn ilmu pengetahuan.
  5. Penghematan Biaya. Melakukan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan melalui penerapan e-learning, dimungkinkan untuk melakukan penghematan biaya. Komponen pembaiyaan yang dapat dihemat, antara lain adalah biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain atau bahkan di Negara lain), biaya administrasi pengelolaan kegiatan pendidikan/pembelajaran (misalnya : biaya gaji dan tunjanagan selama pelatihan, baiaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya : oenyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP)

Kesiapan Untuk Memanfaatkan E-Learning
  1. Kesiapan Infanstruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Dengan semakin luasnya ketersediaan infrastruktur atau jaringan internet, maka yang dapat mengakses internet tidak lagi terbatas terbatas hanya pada masyarakat di kota-kota besar saja tetapi sudah menjangkau masyarakat di tingkat kacematan (sekalipun belum menjangkau seluruh kecamatan). Oleh karena itu, bukanlah sesuatu yang dirasakan sulit dewasa ini oleh masyarakat di wilayah kabupaten/kota untuk mengakses internet. Ketersediaan fasilitas jaringan internet yang semakin luas cakupannya ini telah menggugah berbagai lembaga pendidikan atau pelatihan untuk memanfaatkan fasilitas akses internet untuk kepentingan peserta didiknya. Dengan semakin luasnya ketersediaan fasilitas jaringan internet dan meningkatnya jumlah tempat yang menyediakan jasa mengakses internet (warung internet, kios intyernet atau internet cafe), maka akan semakin memudahkan peserta didik untuk mengoptimalkan pemanfaatan waktu belajarnya mengakses internet.
  1. Bagaimana Kesiapan Pemanfaatan E-learning di Sekolah?
Tidak dapat dipungkiri bahwa pertama-tama memang sekolah-sekolah(mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah) yang berada di kota-kota besar yang berprakasa untuk memulai kegiatan pemnafaatan komputer. Prakarsa ini tampak dari upaya yang dilakukan oleh pimpinan sekolah untuk melengkapi sekolah dengan perangkat atau fasilitas komputer (lab komputer).
Dengan tersedianya fasilitas lab komputer, LAN, dan koneksi internet, maka para peserta didik tidak lagi hanya belajar tentang bagaimana mengoperasikan komputer. Perangkat komputer dan fasilitas jaringan internet serta LAN yang telah dimiliki sekolah ini lebih ditingkatkan lagi fungsinya, yaitu antara lain sebagai wahana untuk (1) menyajikan materi pelajaran dan tugas0tugas yang dapat diakses peserta didik kapan saja, (2) berkomunikasi, baik antara peserta didik dengan guru maupun antarasesama peserta didik, dan (3) mendiskusinkan berbagai topik materi pelajaran dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi peserta didik untuk memahaminya. Dipihak lain pengetahuan dan kemampuan para gurur juga ditingkatkan sehingga mereka menjadi lebih kompeten untuk membelajarkan para peserta didiknya untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang berkembang.
Sekalipu perkembangan funsi e-learning dalam kegiatan pembelajaran yang diterpkan di berbagai sekolah pada umumnya masih terbatas sebagi pelengkap, namun diharapkan pada tahapan berikutnya akan ada sekolah yang memasang sebagian besar kegiatan pembelajarannya diselenggarakan melalui media elektronik. Manakala telah ada upaya perintisan sekolah yang sebagian besar kegiatan pembelajarannya dilaksanakan melalui pemenafaatan media elektronik (off-line dan on-line), maka upaya ini akann membuka peluang bagi para pesrta didik yang akrena satu dan lain hal tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah konvensional tatap muka. Keberadaan sekolah yang demikian ini juga akan sangat bermanfaat nagi mereka yang didik melalui pendidikan keluarga (home schooling). Inisatif perintisan sekolah maya (virtual school) kemungkinan memang masih belum kondusif tetapi setidak-tidaknya telah mulai diperkenalkan kepada masyarakat luas.
  1. Peluang Pemanfaatan E-Learning di Sekolah
Beberapa sekolah dimulai dari Sekolah Dasar(SD) sampai dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas(SMA) di kota-kota besar memperlihatkan respon yang positif terhadap pemanfaatan e-learning, respon yang positif ini tampak dari upaya sekolah yang telah melengkapi sekolahnya dengan fasilitas komputer (lab komputer) dan fasilitas LAN. Pengadaan fasilitas yang demikian ini pada umumnya disertai dengan dengan penyiapan tenaga yang akan mengelola dan membelajarkan para peserta didiknya di bidang pengetahuan dan keterampilan komputer.
Seiring dengan perkembangan/kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi dimana infarstruktur telah tersedia dan menjangkau sebgaian wilayah kabupaten/kota maka masyarakat luas semakin dimungkinkan untuk melakukan akses internet. Ketersediaan infrastruktur ini dimanfaatkan oleh sebagian anggota masyarakat untuk menyediakan tempat-tempat pemanfaatan internet bagi masyarakat luas. Dengan berperan sertanya masyarakat dalam pengadaan tempat-tempat penyediaan jasa akses internet(warung internet atau internet cafe) maka semkain terbuka luas peluang mengkases internet untuk kepentingan pembelajaran bagi para peserta didik.

Bagaimana Mengoptimalkan Pemanfaatan E-Learning?
Seperti halnya pembelajaran dengan cara lain, e-learning bisa memberikan manfaat yang optimal jika beberapa kondisi berikut terpenuhi.
  1. Tujuan
Sebelum memutuskan untuk mengikuti kegiatan pemeblajaran melalui e-learning, maka satu hal yang perlu ditentukan terlebih dahulu adalah apa yang menjadi tujuan belajar yang akan kita capai. Berdasrkan tujuan inilah kita akan dapat memilih topic, bahan-bahan belajar, lama belajar, biaya dan dan sarana atau media pembelajaran yang sesuai(dalam hal ini yang difokuskan adalah media pembelajaran elektronik). Tujuan ini hendaknya bersifat spesifik dan terukur. Seandainya kita menentukan bahwa keterampilan mengekspresikan pendapat/gagasan/ide yang lebih tepat dipraktekkan melalui internet, maka kita perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b.      Peserta Didik
Cara belajar dengan e-learning memberikan peluang untuk menjadi peserta didik yang independen. Jadi, untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari e-learning, kita hendaknya merasa senang dan termotivasi untuk belajar secara independent dan mengembangkan sikap yang positif terhadap kegiatan pembelajaran dan perluasan wawasan. Artinya, kita memilki motivasi tinggi untuk menguasai topic pelajaran, memperlakukan kegiatan belajar bukan sebagai beban tetapi sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas diri, dan mampu menerapkan disiplin dalam kegiatan belajar .
c. Dukungan
Cara belajar melalui e-learning akan lebbih mudah jika mendapatkan dukungan dari orang-orang yang terkait dengan peserta didik (misalnya : keluarga, sahabat, rekan sekerja, atau atasan peserta didik pada perusahaan tempay bekerja bagi yang sudah bekerja). Denga dukungan dari berbagai pihak(baik berupa dana, dukungan moril, maupun dukungan fasilitas), semangat belajar yang terkadang turun bisa tetap dipertahankan, bahkan dipacu lebih tinggi. Masalah yang dihadapi dalam belajar bisa dituntaskan sehingga proses belajar dan penyelesaian program bisa lebih mudah dijalankan.
d.      Media Lain
         E-learning hanyalah sebuah “alat” atau wahana yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan. “Alat” atau wahana ini jika digunakan bersama-sama “alat-alat” lainnya kan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan. Dengan demikian, e-learning tidak harus sepenuhnya digunakan secara murni, tetapi bisa diintegrasikan dengan penggunaan media lain sehingga saling menunjang meraih tujuan si pembelajar. Jadi, jika memang ada kesempatan untuk menggunakan media lain untuk belajar



F.  KESIMPULAN
Kebijakan institusi pendidikan dalam memanfaatkan teknologi internet menuju e-learning
perlu kajian dan rancangan mendalam. E-learning bukan semata-mata hanya memindahkan semua pembelajaran pada internet. Hakekat e-learning adalah proses pembelajaran yang dituangkan melalui teknologi internet. Disamping itu prinsip sederhana, personal, dan cepat perlu dipertimbangkan. Untuk menambah daya tarik dapat pula menggunakan teori games. Oleh karena itu prinsip dan komunikasi pembelajaran perlu didesain seperti layaknya pembelajaran konvensional. Di sini perlunya pengembangan model e-learning yang tepat sesuai kebutuhan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa media pembelajaran secanggih apapun tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya peran guru/dosen. Penanaman nila-nilai dan sentuhan kepribadian sulit dilakukan. Di sini tantangan bagi para pengambil kebijakan dan perancang e-learning. Oleh karena itu saya sependapat bahwa dalam sistem pendidikan konvensional, fungsi e-learning adalah untuk memperkaya wawasan dan pemahaman peserta didik, serta proses pembiasaan untuk melek sumber belajar khususnya teknologi internet.
Penerapan e-learning dalam proses pembelajaran di UT masih dalam taraf pengembangan. Pengembangan perlu terus dilakukan karena penerapan e-learning merupakan suatu bentuk education change dalam dunia pendidikan baik di Indonesia maupun di dunia. Konsekuensi suatu perubahan adalah munculnya berbagai kendala yang terjadi terutama karena ketidakbiasaan dan ketidaksiapan berbagai pihak dalam menghadapi perubahan tersebut. Kendala-kendala yang muncul pada suatu perubahan harus dilihat sebagai bagian dari perubahan itu sendiri yang hendaknya disikapi dengan optimisme.
Penerapan e-leraning dalam proses pembelajaran membutuhkan waktu dan usaha yang berkesinambungan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan e-learning sebagai suatu perubahan dalam proses pembelajaran hendaknya juga menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan yang begitu pesat dalam teknologi informasi. Pengalaman UT dalam menerapkan e-learning untuk kepentingan tutorial menunjukkan bagaimana proses perubahan berlangsung secara bertahap namun berkesinambungan, dari tingkat universitas ke tingkat fakultas. Berbagai cara perlu dicari dan uji coba berbagai penelitian untuk mencari cara yang paling dapat diterima berbagai pihak, dalam hal ini mahasiswa, tutor, dan staf administrasi sebagai pengelola tutorial. Peran budaya yang mempengaruhi mahasiswa dalam penggunaan teknologi mungkin perlu menjadi pertimbangan utama dalam penelitian pengembangan e-learning di Indonesia. Dengan mempertimbangkan kondisi dan budaya, maka diharapkan penerapan e-learning di dunia pendidikan di Indonesia dapat dilakukan dengan maksimal.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan