Minggu, 26 Desember 2010

PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

Berdasarkan definisi, sejarah, dan kawasan Teknologi Pendidikan, maka dapat dilihat bahwa Teknologi Pendidikan merupakan suatu teori, bidang, dan profesi. Sebagai teori Teknologi Pendidikan adalah teori mengenai bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam kegiatan belajar manusia diidentifikasi dan dipecahkan. Sebagai teori Teknologi Pendidikan telah memenuhi tolak ukur suatu teori. Tolak ukur tersebut adalah (1) adanya gejala atau fenomena yang tidak sepenuhnya dapat dipahami dengan menggunakan teori-teori yang ada, yaitu adanya masalah belajar yang harus dipecahkan, (2) adanya penjelasan bagaimana masalah-masalah belajar dapat diidentifikasi dan dipecahkan, (3) adanya orientasi atau arah pandangan yang jelas, yaitu adanya keterpaduan teori dan praktik untuk memecahkan masalah belajar, (4) adanya sistematisasi kawasan Teknologi Pendidikan, (5) adanya identifikasi kesenjangan (domain Teknologi pendidikan membuka peluang munculnya berbagai kesenjangan untuk diteliti), (6) melahirkan strategi penelitian, (7) adanya prediksi, yaitu munculnya berbagai alternatif pemecahan masalah belajar, dan (8) mengandung serangkaian prinsip (berbagai unsur Teknologi Pendidikan). Sebagai bidang Teknologi Pendidikan merupakan penerapan teori dan praktik secara terpadu mencakup kelima domain atau kawasan Teknologi Pendidikan, yaitu desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
Bidang kegiatan tersebut semuanya tertuju untuk memecahkan masalah belajar manusia. Sebagai profesi Teknologi Pendidikan terbentuk dari usaha yang direncanakan secara sistematis (terorganisir) guna melaksanakan teori, teknik intelektual dan penerapan praktis Teknologi Pendidikan. Mengingat begitu kompleksnya cakupan Teknologi Pendidikan, maka dalam makalah ini diungkap sebagian kecil hal-hal yang berkenaan dengan Teknologi Pendidikan. Hal-hal tersebut adalah (1) definisi Teknologi Pendidikan, (2) pengertian dan karakteristik profesi, (3) pengertian profesi Teknologi Pendidikan, (4) fungsi profesi Teknologi Pendidikan, (5) tugas pokok Profesi Teknologi Pendidikan, (6) pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan, (7) organisasi profesi Teknologi Pendidikan dan (8) kode etik profesi Teknologi Pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN


A. DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Dalam sejarah Teknologi Pendidikan, digunakan dua istilah, yaitu Teknologi Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran. Dilihat dari ruang lingkup pendidikan dan pembelajaran, maka pendidikan memiliki ruang lingkup yang lebih luas bila dibandingkan dengan pembelajaran. Pembelajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Pendidikan itu meliputi pembelajaran, pelatihan, pembimbingan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Teknologi Pembelajaran merupakan bagian dari Teknologi Pendidikan.

Menurut Ely (dalam buku ‘Menyemai Benih Teknologi Pendidikan) definisi Teknologi Pendidikan merupakan ramuan sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya seperti disiplin komunikasi, psikologi, evaluasi dan manajemen, serta disiplin terapannya, misalnya psikologi persepsi, psikologi kognisi, media, sistem dan penilaian kebutuhan menjadi suatu prinsip, prosedur, serta keterampilan yang digunakan untuk memecahkan masalah belajar yang tidak terpecahkan dengan pendekatan yang telah ada sebelumnya. Definisi serupa diungkapkan Ardhana (1992, 1993) yang menyatakan bahwa Teknologi Pendidikan merupakan penggabungan antara teknologi pembelajaran, teknologi belajar, teknologi perkembangan, teknologi pengelolaan dan teknologi-teknologi lain untuk keperluan pemecahan masalah pendidikan. Teknologi Pembelajaran dikatakan sebagai penerapan secara sistemik & sistematis strategi & teknik-teknik yang dirumuskan dari berbagai teori untuk keperluan pemecahan masalah-masalah pembelajaran.

Menurut definisi AECT (Association for Educational Communication and Technology) 1977, Teknologi Instruksional adalah proses yang komplek dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi, untuk menganalisis masalah, mencari cara pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi dan mengelola pemecahan-pemecahan masalah dalam situasi dimana kegiatan belajar itu mempunyai tujuan dan terkontrol. Ada dua kegiatan utama dalam kawasan Teknologi Pembelajaran, yaitu pengelolaan instruksional dan pengembangan instruksional yang dapat berupa riset teori, disain, produksi, evaluasi, seleksi, pemanfaatan dan penyebarluasan.


B. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK PROFESI

Ibrahim (2002) merangkum beberapa pendapat tentang arti profesi menjadi sebuah rumusan pengertian profesi. Hasil rangkuman beliau adalah ”profesi dapat diartikan sebagai suatu lapangan pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan teknik dan prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yang berorientasi pada pelayanan ahli yang dilandasi filosofi yang mantap”. Hakikat profesi adalah hal yang mendalam, mendasar dan merupakan esensi dari profesi. Jika hal-hal yang mendasar dan esensi dihilangkan, maka hilang juga arti profesi. Berdasarkan pemikiran itu, maka hakikat profesi adalah tanggapan (respon) yang bijaksana, serta pelayanan/pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, teknik dan prosedur yang mantap, serta sikap kepribadian tertentu. Seorang pekerja profesional akan selalu mengadakan pelayanan/pengabdian yang dilandasi kemampuan profesional, serta falsafah yang mantap (diwujudkan dalam perilaku sesuai etika).


C. PENGERTIAN PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Tenaga profesi teknologi pendidikan sebagai tenaga ahli dan atau mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistemik komponen sarana belajar meliputi orang, isi ajaran, media atau bahan ajaran, peralatan, teknik, dan lingkungan. Definisi teknologi pendidikan di atas jika dihubungkan dengan definisi yang dikemukakan oleh AECT tahun 1994. Dalam AECT tahun 1994 telah dirumuskan definisi teknologi pendidikan seperti telah disebutkan dalam Latar Belakang di atas bahwa: “Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Dari kedua definisi itu maka pengertian profesi teknologi pendidikan adalah tenaga ahli yang melakukan teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan serta menilai proses dan sumber untuk membelajarkan peserta didik.



D. FUNGSI PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Fungsi profesi teknologi pendidikan memfasilitasi kegiatan belajar manusia melalui pendekatan-pendekatan atau cara-cara tertentu. Dengan demikian profesi teknologi pendidikan dapat menjadikan orang bertambah dalam kegiatan belajar sekaligus menjadikan orang bertambah cerdas baik dari jumlah orang yang cerdas maupun mutu dari kecerdasan itu sendiri. Dengan kecerdasan ini berarti akan meningkatkan nilai tambah seseorang sebagai sumber daya manusia, mengatasi masalah belajar baik individu ataupun kelompok, & juga akan meningkatkan kinerja.


E. TUGAS POKOK PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Tugas pokok profesi teknologi pendidikan seperti berikut ini.
1.      Perancang (desainer): tugas ini meliputi mendesain sistem pembelajaran, desain pesan, stratedi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar.
2.      Pengembang (developer): tugas ini meliputi produksi dan penyampaian teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu.
3.      Pemanfaat/Pengguna (User): tugas ini meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan pelembagaan, dan kebijakan/regulasi. Pemanfaatan media merupakan penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar.
4.      Pengelola (Manager): tugas ini meliputi pengelola proyek, pengelola sumber, pengelola sistem penyampaian, dan pengelola informasi.
5.      Penilai (Evaluator): tugas ini meliputi menganalisis masalah, mengukur yang beracuan patokan, menilai secara formatif dan sumatif.
6.      Peneliti (Researcher), tugas ini meliputi kegiatan penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan. Kegiatan penelitian ini mencakup penelitian dalam kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian.

F. PENDIDIKAN KEAHLIAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Pendidikan dan latihan keahlian teknologi pendidikan telah dimulai sejak akhir 1950-an dengan mengirim tenaga keluar negeri. Pendidikan dan keahlian semakin mendapat perhatian sejak awal Orde Baru dengan bantuan dari UNDP/UNESCO dan pemerintah Amerika Serikat.

Tenaga ahli yang telah dididik diluar negeri tersebut kemudian diberi tanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan keahlian didalam negeri. Program akademik jenjang S1 (sarjana) dengan keahlian teknologi pendidikan dibuka di IKIP Jakarta pada tahun 1976. dua tahun kemudian dibuka pendidikan keahlian pada jenjang S2 (Magister)dan S3 (doktor) Teknologi Pendidikan. Pada Tahun 1979 pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada jenjang S1 diselenggarakan ditujuh IKIP (Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan UjungPandang). Pada jenjang pasca sarjana selain di IKIP Jakarta juga di IKIP Malang. Pendidikan ini secara umum ditujukan untuk menghasilkan tenaga profesi teknologi pendidikan yang bergerak dan berkarya dalam seluruh bidang pendidikan, dan mengusahakan terciptanya keseimbangan dan keselarasan hubungan dengan profesi lain, untuk terwujudkannya gagasan dasar perkembangan tiap individu pribadi manusia Indonesia Seutuhnya.

Pendidikan keahlian Teknologi Pendidikan pada jenjang sarjana S1 ditujukan untuk penguasaan kemampuan :
1. Memahami landasan teori/riset an aplikasi teknologi pendidikan.
2. Merancang pola instruksional
3. Memproduksi media pendidikan
4. Mengevaluasi program dan produk instruksional
5. Mengelola Media dan sarana belajar
6. Memanfaatkan sarana,media,dan teknik instruksional
7. Menyebarkan informasi dan produk teknologi pendidikan
8. Mengoperasikan sendiri dan melatih orang lain dalam mengoperasikan peralatan audiovisual.

Pada Jenjang S2 kompetensi lulusan adalah sebagai berikut :
1. Menerapkan pendekatan sistem dalam rangka pengembangan pembelajaran, baik pada tingkat mikro/kelas maupun dalam konteks pendidikan maupun latihan.
2. Merencanakan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, serta penilaian pelaksanaannya.
3. Merancang, memproduksi, dan menilai bahan bahan pembelajaran.
4. Mengelola Lembaga sumber belajar.
5. Melatih dan mendidik orang lain dalam berbagai aspek teknologi pendidikan.
6. Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan.

Sedangkan pada jenjang S3 adalah sebagai berikut :
1. Mampu mengkaji dan menganalisis teori/konsep dan temuan penelitian dibidang instruksional dan meramunya menjadi sutau teori/konsep pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik budaya Indonesia.
2. Mampu mengidentifikasikan dan mengkaji kebijakan pendidikan dan masalah pelaksanaannya, dan menselaraskannya dengan perkembangan IPTEK dan SOSEKBUD.
3. Mampu melaksanakan sendiri dan memimpin kegiatan penelitian dan pengembangan, baik untuk menguji teori instruksional, maupun menghasilkan inovasi dalam proses dan sistem pendidikan

G. ORGANISASI PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN


Di Indonesia, tenaga profesi itu terhimpun dalam wadah Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia ( IPTPI ) yayng didirikan pada tanggal 27 September 1987. Dasar pertimbangan pendirian organisasai profesi adalah karena makin kompleksnya usaha pendidikan ( termasuk penyuluhan dan pembinaan ) sumber daya manusia, sehingga dirasa perlu adanya forum profesi untuk saling bertukar pengalaman, peningkatan kemampuan dan untuk menjaga keselarasan antara perkembangan IPTEK dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan belajar.

Visi
Dengan semangat kemitraan menjadi suatu lembaga yang tanggap dan tangguh dalam memberdayakan pemelajar ( learner ), melalui kegiatan merancang, mengembangkan, melaksanakan, menilai dan mengelola proses serta sumber belajar

Misi
IPTPI mempunyai misi memimpin, memberikan keteladan & kepemimpinan dalam pengembangkan & peningkatan profesionalitas para anggotanya, agar mereka mampu untuk memberdayakan peserta didik, sesuai dengan perkembangan ilmu & teknologi belajar, sesuai dengan perkembangan ilmu & teknologi serta kondisi & lingkungan, sehingga peserta didik tersebut mampu menguasai kompetensi yang diperlukan, serta meningkatkan kinerja & produktivitasnya.

Tujuan
Menghimpun sumber daya untuk menyumbangkn tenaga dan pikiran bagi pengembangan teknologi pendidikan sebagai suatu teori, bidang dan profesi di tanah air, bagi pembedayaan peserta didik / warga belajar serta kemanfaatannya bagi kemajuan bangsa Indonesia.


H. KODE ETIK PROFESI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Ciri utama dalam profesi Teknologi Pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan latihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Tujuan kode etik ini secara umum adalah :
1. Melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik
2. Melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara
3. Melindungi dan membina diri serta sejawat profesi dan
4. Mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan.


BAB III
KESIMPULAN


Profesi Teknologi merupakan profesi yang memihak, yaitu memihak pada kepentingan si belajar, agar mereka memperoleh kemudahan untuk belajar. Penerapan teknologi pendidikan pasti mempengaruhi komponen-komponen lain dalam sistem pendidikan. Pengaruh ini pada gilirannya akan membawa akibat terhadap kelembagaan, dan tanggung jawab pendidikan. Seterusnya akan mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan tersedianya tenaga terdidik dan terlatih dalam bidang Teknologi Pendidikan dan adanya organisasi profesi, maka secara konseptual akan terjamin usaha penerapan teknologi pendidikan dalam lembaga - lembaga yang menyelenggarakan kegiatan belajar dan pembelajaran. Pembangunan sistem pendidikan di Indonesia hanya mungkin dapat terlaksana sesuai dengan harapan jika dipahami arti penting Teknologi pendidikan, sehingga peran dan potensinya dapat diwujudkan secara optimal.



sumber :
http://bernaldytep.wordpress.com/
http://www.lafreesoft.co.cc/
http://harmadi-derasid.blogspot.com/

TP UNTUK MENINGKATKAN KINERJA


TP UNTUK MENINGKATKAN KINERJA

A.TEKNOLOGI KINERJA

Dalam teknologi kinerja, kami menggunakan definisi TP menurut Association for Educational Communications and Technology atau disingkat AECT 2004, sebagai landasan, karena didalam definisi tersebut menerangkan bahwa “the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.” Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya yaitu untuk:
1.      Memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif, efisien dan menarik
2.      Meningkatkan kinerja.
      B.TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA

Dalam teknologi pendidikan improving performance atau diterjemahkan sebagai meningkatkan kinerja lebih sering merujuk pada suatu pernyataan mengenai keefektifan; bisa merupakan cara-cara yang diharapkan membawa hasil yang berkualitas, produk yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efektif, dan perubahan-perubahan kompetensi yang dapat diterapkan di dunia nyata. Makna belajar itu pun menhBelajar merupakan suatu rangkaian proses interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Efektif sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Efisiensi dalam gerakan pengembangan instruksional sistematis didefinisikan sebagai menolong peserta didik mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang diukur dengan evaluasi terstruktur (tes, ulangan, dsb). Oleh sebab itu proses kegiatan belajar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis. Pandangan ini berbeda dengan pendekatan cara belajar konstruktivis. Cara pandang konstruktivis menekankan pada posisi peserta didiklah yang menentukan tujuan mereka sendiri dan bagian apa yang hendak dipelajari. Belajar yang benar dan berhasil adalah apabila ilmu pengetahuan dapat dipahami secara mendalam, dialami, dan diterapkan untuk mengatasi masalah-masalah di dunia nyata, bukan berdasar hasil ujian atau ulangan. Konstruktivisme cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik dari landasan pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat yang digunakan untuk memecahkan masalah. Itulah sebabnya efisiensi tergantung pada apa tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar. Sementara kata performance atau kinerja merujuk pada dua hal yang saling berkesinambungan:
1.      Kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru yang telah dicapainya; bukan sekedar mendapat pengetahuan kemudian stagnan, namun pengetahuan itu meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut dapat diaplikasikan secara nyata.
2.      Selain menolong peserta didik memiliki kompetensi yang lebih baik, alat dan ide-ide teknologi pendidikan dapat membantu para guru maupun perancang pembelajaran menjadi tenaga pendidik yang lebih mumpuni. Hasilnya mereka dapat menolong berbagai institusi mencapai tujuan dengan lebih baik.
Itulah mengapa teknologi pendidikan menyatakan dirinya sebagai salah satu bidang yang punya kemampuan untuk meningkatkan produktifitas pada level individu yaitu peserta didik dan tenaga pendidik hingga level organisasi.
Dalam tulisan Molenda dan Pershing makna peningkatan performa atau kinerja dibatasi pada keterlibatan teknologi dalam bidang pendidikan semata. Artinya bahwa teknologi dapat meningkatkan peran pendidikan untuk memperbaiki kinerja dan kualitas manusia.

C.Peningkatan Kinerja Peserta Didik Sebagai Pribadi

Pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang sangat luar biasa. Dalam kerangka pembelajaran individual, teknologi pendidikan sebagai sebuah studi berupaya untuk meningkatan kinerja atau performa peserta didik melalui beberapa cara yaitu:

1.      Memberi pengalaman belajar bernilai lebih dengan difokuskan pada tujuan yang hendak dicapai, bukan sekedar keberhasilan melewati serangkaian test terstruktur.
2.      Alih-alih menghafal pelajaran, melalui pemanfaatan teknologi pengalaman-pengalaman belajar yang didapat diharapkan dapat membawa pada tingkat pemahaman yang lebih dalam. Jika proses belajar ini dibuat lebih bernilai dengan mendesainnya sedemikian rupa, maka pengetahuan dan kompetensi yang baru dapat tertransfer lebih baik lagi.
Individual learning atau pembelajaran individual dapat diartikan “the ability of individuals to experience personal growth in their interactions with the world around them.” (www.ask.com). Melalui pembelajaran individual peserta didik langsung mengalami apa yang dipelajarinya, membangun sebuah pemahaman dengan model self-discovery sehingga penghayatan akan makna pelajaran menjadi lebih dalam tertanaman. Ada sebuah pepatah Cina kuno yang mengatakan

“Apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat;
Apa yang saya lakukan, saya paham.”

Pembelajaran bernilai lebih yang dimaksud oleh teknologi pendidikan adalah bahwa melalui aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan:
1.      Tujuan pembelajaran yang berfokus pada tes atau ujian yang sifatnya sangat dangkal dapat diubah. Artinya bahwa pembelajaran bagi siswa bukanlah sekedar menggali kemampuan kognitif, apalagi pada tingkat kognitif yang rendah yaitu pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pembelajaran yang sekedar “berhasil dalam ujian” sudah pasti tidak memberikan peningkatan performa pada peserta didik.
2.      Pengabaian pendidikan akan adanya multiple intelegensi pada peserta didik dapat dihindari. Menurut Howard Gardner, hakikatnya terdapat 7 tipe intelegensia anak (manusia secara umum), namun di sekolah hanya 2 tipe yang dimasukkan dalam intrakurikuler yaitu kemampuan berbahasa dan logika matematika. Sementara 5 intelegensia yaitu musik, kemampuan spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal hanya merupakan tambahan. Konsekuensinya, output pembelajaran dalam pendidikan formal cenderung diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan yang sempit, terbatas, dan pada tingkat yang redah.
3.      Pembelajaran dapat merambah pada semua tingkat atau ranah kemampuan peserta didik yang semestinya baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik (taksonomi Bloom). Oleh karenanya salah satu cara yang diusahakan oleh teknologi pendidikan untuk meningkatkan kinerja peserta didik adalah melalui praktek-praktek design pembelajaran (pendekatan ID sistematis - Morrison)a ang mengarahkan perencana pembelajaran berpikir tentang berbagai outcome pembelajaran dan mengklarifikasi pada level apa tipe pembelajaran yang diharapkan. Jika saja keadaan ini tercipta maka peserta didik lebih dapat menikmati pengalaman aktifitas-aktifitas belajar dan metode penilaian yang sesuai dengan kebutuhan belajar, bukan sekedar ujian yang terstandarisasikan.
4.      Kedalaman pembelajaran lebih mungkin dicapai. Hal ini untuk mengatasi apa yang sering terjadi dalam proses belajar yaitu belajar untuk menghafal. Weigel mengemukakan istilah pembelajaran di permukaan (surface learning) dan pembelajaran mendalam (deep learning) untuk memberikan perbedaan tujuan yang menyolok. Surface learning diwakilkan oleh kebiasaan penghafalan fakta, memperlakukan materi sebagai bagian-bagian informasi yang tidak berkaitan, dan melakukan prosedur rutin tanpa berpikir. Sebaliknya tujuan deep learning adalah mendorong peserta didik mengaitkan ide-ide dengan pengetahuan yang sudah didapat, mencari pola-pola utama, mempelajari pernyataan-pernyataan yang ada secara kritis, dan merefleksikannya dengan pemahaman mereka sendiri. Deep learning dapat terjadi dalam komunitas pembelajar yang berorientasi pada penyelidikan (inquiry-oriented). Komunitas ini bisa tercipta melalui aplikasi teknologi informasi dengan memanfaatkan web berbasis jaringan kerja seperti blog.
5.      Terjadi transfer pembelajaran dalam dunia pendidikan formal. Diakui bahwa teknologi dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang tinggi, sekaligus menerapkan pengetahuan baru di luar ruang kelas. Artinya bahwa dengan teknologi transfer ilmu pengetahuan tidak terbatas semata dalam ruang kelas melalui design pembelajaran (disebut sebagai soft technology) yang disusun pengajar, namun juga melalui hard technology yaitu penciptaan dan pemanfaatan lingkungan dimana pembelajar dapat mempraktekan pengetahuan dan kemampuannya dalam dunia nyata.

Teknologi pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja. Oleh karena kinerja peserta didik baik di sekolah maupun di tempat kerja dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi teknologi lunak seperti desain pembelajaran (ID) dan hard-tech, juga penciptaan dan pemanfaatan lingkungan di mana peserta didik dapat mempraktekkan dan mengaplikasi ilmu pengetahuan yang didapat dalam dunia nyata.



D.Peningkatan Kinerja Guru dan Para Perancang Pembelajaran

Aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan dapat menolong para tenaga pengajar menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan bernilai manusiawi. Teknologi pendidikan bagi pengajar memiliki manfaat luar biasa terutama dalam meminimalisir waktu pembelajaran dan meningkatkan efektifitas yang pada akhirnya dapat menambah produktifitas tenaga pengajar.
Beberapa langkah yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja guru dan perancang desain pembelajaran adalah seperti penjelasan singkat berikut ini.
1.      Mengurangi waktu pembelajaran.
TP memberikan wawasan untuk membantu para guru dan para desainer(trainer) mengurang waktu yang tidak efisien dalam pembelajaran melalui prosedur prosedur khusus dalam analisa kebutuhan dan analisa pembelajaran Melalui prosedur ini mengetahui apa yang menjadi tujuan pasti Dari tujuan pasti dari proses pembelajaran (penyampaian materi) dngan tujuan itu lah proyek pembelajarn di mulai. Konsekuensinya guru dan para desainer mengurangi waktu pembelajaan yang tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2.      Menciptakan pembelajaran yang lebih menguntungkan dari segi biaya.
Desain pembelajaran yang sistemasis menolong para perencana pembelajaran mencapai hasil yang luar biasa menguntungkan.
3.      Menciptakan pembelajan yang ramah. pembelajaran lebih menarik.
Yang dimaksut dengan menarik disini sangat variasi tergantung kasus per kasus, tetapi secara umum pembelajaran yang menarik memiliki beberapa pengertian:
A. Menantang, memberikan ekspetasi yang tinggi.
B. Memiliki kesesuaian dengan pengalaman peserta didik di masa lalu dan dimasa yang akan datang.
C. Ada unsur humor dan permainan dalam pembelajaran.
D. Mempertahankan perhatian siswa melalui hal-hal yang baru.
E. Terlibat secara intelektual dan emosional.
F. Menggunakan berbagai bentuk penyajian.
Teknologi Pendidikan (TP) mempunyai sejarah panjang yang sangat menarik. Banyak inovasi-inovasi pembelajaran yang diinspirasi dari teroi kognitifisme, konstruktifisme, seperti problem base lerning yang didisaen untuk meningkatkan peserta belajar yang disampaikan oleh pengajar.
4.      Menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak inovasi didalam Teknologi Pendidikan (TP) yang berfokuskan dalam nilai-nilai kemanusiaan. Artinya murid adalah orang yang tidak dijejali ilmu saja atau dengan kata lain adalah memanusiakan murid. Hal ini sesuai dengan bentuk inovasi yang dibuat dengan melihat murid dari segi behaviourisme. Secara singkat dapat di samapikan bahwa hasil inovasi Teknologi Pendidikan (TP) menempatkan peserta didik sebagai pemegang control dalam proses pembelajaran.

E.Peningkatan Kinerja Organisasi

Pada awalnya teknologi diadopsi oleh organisasi adalah untuk meningkatkan produktifitas organisasi, terutama untuk memangkas biaya dan meningkatkan hasil. Itulah yang menjadi tujuan pemanfaatan teknologi di dunia bisnis dan industri. Namun tujuan ekonomis seperti ini boleh dikata kurang populer di organisasi atau lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Oleh sebab itu perlu dikaji lebih dalam lagi beberapa kemungkinan peran teknologi dalam meningkatkan produktifitas di organisasi pendidikan.
1.      Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Efisiensi adalah doing things right (dengan benar) dan efektifitas adalah doing the right things (yang benar). Dalam dunia pendidikan kata efisiensi bisa dipandang sebagai rancangan, pengembangan, dan melakukan pembelajaran dnegan cara memanfaatkan sumber-sumber sekecil mungkin untuk mencapai hasil yang, paling tidak, sama atau lebih baik. Sementara kata efektifitas berarti melakukan perbuatan yang memang benar-benar bisa menolong peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai pengetahuan, punya keahlian, dan terjadi perubahan sikap. Kita membutuhkan keduanya. Pembelajaran yang efisien menjadi kehilangan makna jika tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu pembelajaran yang menghasilkan hasil belajar yang diinginkan tetapi boros penggunaan biaya, tidak tepat waktu, atau tidak punya dampak menghasilkan lulusan yang tepat guna sama dengan pembelajaran yang tidak produktif.
2.      Sebuah perspektif sistem bagi kinerja organisasi
Dalam pendidikan kalimat “hasil yang diinginkan” bisa bermakna berbeda sesuai dengan persepsi masing-masing orang. Oleh sebab itu perlu sebuah pengukuran what goals are worth pursuing and what indicators should be used to measure progress toward those goals” (hal.65). Banyak perdebatan yang dilakukan oleh ilmuwan pendidikan apakah memang ukuran keberhasilan yang dipakai oleh organisasi-organisasi bisnis dan industri (ekonomi) bisa dengan begitu saja diterapkan dalam organisasi pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, pendekatan atau cara pandang sistem, secara total dan menyeluruh dapat membantu organisisi atau institusi pendidikan mendefinisikan dan mencapai tujuan yang berharga (output) dengan proses pembelajaran yang seefisien dan seefektif mungkin.
Esensi dari pendekatan sistem adalah melangkah ke belakang dan mencatat faktor apa saja yang terjadi di sekitar dan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan melihat kondisi pembelajaran di kelas maka dapat diperoleh pemahaman lingkungan apa yang seharusnya diciptakan untuk mendukung strategi pembelajaran yang lebih berdampak.
Organisasi dapat meningkatkan produktifitas komponen yang ada di dalamnya, terutama faktor SDM nya dengan menolong mereka memperoleh pengetahuan yang baru, keahlian baru, dan menciptakan sikap baru yang lebih positif. Namun ada usaha lain yang lebih mendalam yaitu dengan mengubah kondisi-kondisi di dalam organisasi sehingga orang lebih dapat memiliki performa kerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan organisasi, dengan atau tanpa pembelajaran tambahan. Usaha perbaikan kinerja yang sifatnya noninstructional intervention seperti mencipatkan kondisi kerja yang lebih baik, alat kerja yang lebih memadai, dan memotivasi pekerja menjadi lebih giat dilabelkan sebagai HPT atau human performance improvement atau Teknologi Kinerja Manusia. Keseluruhan intervensi yang bersifat instruksional dan noninstruksional dalam organisasi merupakan usaha untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja organisasi.
3.      HPT atau Teknologi Kinerja Manusia menurut Pershing adalah “the study and ethical practice of improving productivity in organizations by designing and developing effective interventions that are result-oriented, comprehensive, and systemic.” HPT merupakan seperangkat metode, prosedur, dan strategi untuk memecahkan masalah dalam kerangka organisasi. Sesuai dengan namanya maka HPT bersentuhan langsung dengan potensi manusia sebagai sumber daya kerja dalam organisasi. Penanganan performa SDM dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Bagaimana departemen Human Resource atau Personalia mengelola karyawan untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka adalah bidang yang ditangani oleh HPT. Intinya HPT mengkaji tentang upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja orang dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang sistematis, sistematis dan ilmiah. Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah.

Menurut Barbara B. Seels dan Rita C. Richey. Dalam Teknologi Pembelajaran: Definisi dan Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Teknolog kinerja akan cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi. Hal ini mencakup empat proses yaitu analisa, desain, pengembangan, dan produksi. Menurut teknologi kinerja yang pada akhirnya menolong kita melihat posisi teknologi pendidikan dalam HPT secara menyeluruh adalah bahwa pendidikan merupakan satu dari berbagai intervensi yang mungkin diterapkan dalam meningkatkan kinerja di tempat kerja.

DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TAHUN 2004 MENURUT AECT


DEFINISI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TAHUN 2004 MENURUT AECT

AECT 2004 ( AECT Definition and Terminologi Committee document #MM4.0 ), Teknologi Pendidikan adalah :

“Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources”.(“Teknologi Pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi”.)

Definisi ini mengandung beberapa elemen kunci,yaitu :

  •          Studi. Pemahaman teoritis, sebagaimana dalam praktek teknologi pendidikan memerlukan konstruksi dan perbaikan pengetahuan yang berkelanjutan melalui penelitian dan refleksi praktek, yang tercakup dalam istilah studi.
  •       Etika Praktek. Mengacu kepada standard etika praktis sebagaimana didefinisikan oleh Komite Etika AECT mengenai apa yang harus dilakukan oleh praktisi Teknologi Pendidikan.
  •            Fasilitasi. Pergeseran paradigma kearah kepemilikan dan tanggung jawab pembelajar yang lebih besar telah merubah peran teknologi dari pengontrol menjadi pem-fasilitasi.
  •        Pembelajaran. Pengertian pembelajaran saat ini sudah berubah dari beberapa puluh tahun yang lalu. Pembelajaran selain berkenaan dengan ingatan juga berkenaan dengan pemahaman.
  •     Peningkatan. Peningkatan berkenaan dengan perbaikan produk, yang menyebabkan pembelajaran lebih efektif, perubahan dalam kapabilitas, yang membawa dampak pada aplikasi dunia nyata.
  • ·          Kinerja. Kinerja berkenaan dengan kesanggupan pembelajar untuk menggunakan dan mengaplikasikan kemampuan yang baru didapatkannya.

Inilah definisi Teknologi Pendidikan tahun 2004, menurut. Prof. Yusuf hadi miarso teknologi pendidikan selalu berhubungan dengan Proses dan Sumber. Kedua hal tersebut tidak bisa lepas dari teknologi pendidikan.

KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL


KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL

PENDAHULUAN

Empat aliran dalam pendidikan yaitu pendidikan klasik, pribadi, teknologi, dan interaksionis. Empat aliran itu bertolak dari asumsi yang berbeda dan mempunyai pandangan yang berbeda pula tentang kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi, maupun proses pendidikan. Empat aliran tersebut juga mempunyai model konsep kurikulum dan praktek pendidikan yang berbeda-beda. Model konsep kurikulum dari aliran klasik disebut kurikkulum subjek akademis, aliran pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, aliran teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis sedangkan aliran pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial yang pada makalah ini akan dijelaskan lebih jauh.
         Pandangan kurikulum rekonstruksi sosial dimulai sekitar tahun 1920-an. Harold Rug mulai melihat danmenyadarikan kawan-kawannya bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah sosial. Setelah diharapkan dapata menciptakan masyarakat baru yang lebih stabil. Kurikulum rekonstruski sosial ini adalah model kurikulum yang lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama. Kerja sama atau interaksi bukan hanya terjadi antara siswa dengan guru, tetapi juga antarasiswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini siswa berusaha memcahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Para rekonstruksionis sosial tiadak mau terlalu menekankan kebebasan individu. Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memnuhi kebutuhan pribadi warganya melalui konsesus sosial.

A.Latar Belakang Historis Aliran Rekonstruksianisme

Sebagaimana aliran filsafat pendidikan yang lain, rekonstruksianisme mendasarkan gagasan rekonstruksinya pada para filsuf terdahulu yang dianggap sebagai “filsuf rekonstruksianis”. Diantaranya adalah Plato yang telah merancang desain negara masa depan (The Republik), dan secara tandas menegaskan bahwa pendidikan menjadi pilar utama dari pembangunan masyarakat baru dan masyarakat terbaik yang di dalamnya terjadi ekualitas seksual, pembinaan pendidikan anak-anak secara komunal, dan diperintah oleh pemimpin yang memiliki akreditasi filosofis. Selain Plato, filsuf Stoic seperti Marcus Aurelius, seorang raja sekaligus filsuf dari kerajaan Romawi, yang mempromosikan “negara dunia” ideal yang terbebaskan dari sekat-sekat nasionalisme dan chauvinisme. Sementara itu, filsuf era Skolastik seperti St. Augustine juga menawarkan upaya rekonstruksi melalui negara Kristen ideal, sebagaimana tertuang dalam karyanya The City of God.
Pada era revolusi industri banyak bermunculan tulisan-tulisan yang bernada sosialistik dari para pemikir seperti Comte de Saint Simon, Charles Fourier, Robert Owen, Francois Noel Babeuf, dan Edward Bellamy. Para pemikir ini melihat bahaya dari akibat revolusi industri yang cenderung menjadikan teknologi semata-mata akan memperkaya segelintir pemilik modal dan bukan demi kemaslahatan kemanusiaan sedunia. Upaya rekonstruksi sosial secara sistematik juga digagas oleh Karl Marx, di mana ia melihat penderitaan kaum proletar yang didehumanisasi oleh sistem industri kapitalis, dan berupaya merekonstruksi masyarakat dunia, dengan berdasarkan jaringan komunisme internasional.
Kesemua pemikir tersebut merekomendasikan pendidikan sebagai instrumen utama dalam melakukan perubahan sosial, contohnya Plato yang menegaskan bahwa pendidikan sebagai sine qua non dari masyarakat terbaik; Marx melihat pendidikan sebagai jalan untuk membantu kaum proletar dalam mengembangkan pandangan mengenai “kesadaran sosial”.
Di Amerika Serikat ada pula beberapa pemikir yang melihat pendidikan sebagai alat perubahan sosial, diantaranya: Horace Mann, Henry Barnard, William Torrey Harris, Francis Parker dan John Dewey. Dewey melihat pendidikan sebagai instrumen perubahan individu dan masyarakat. Dari filsafat pragmatisme Dewey inilah landasan filosofi rekonstruksianisme dibangun. Akan tetapi aliran rekonstruksianisme tidak sekedar mempromosikan metode saintifik, problem solving, naturalisme dan humanisme sebagaimana kaum pragmatis.
Rekonstruksianis berbeda dari kaum pragmatis tentang bagaimana penerapan metode pragmatis dalam dunia pendidikan. Berbeda pula dengan pendekatan yang dilakukan aliran progresifisme, rekonstruksianisme tidak sekedar ingin “memperbaiki” masyarakat, tetapi juga ingin melakukan perubahan sosial di masyarakat. Sementara itu aliran rekonstruksianisme dalam satu prinsip sependapat dengan perennialisme, bahwa ada satu kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern saat ini yang sedang berada di tubir kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, aliran rekonstruksianisme mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dengan kehidupan. Aliran perennialisme memilih untuk kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan regressive road culture sebagai solusi yang paling ideal. Sedangkan aliran rekonstruksianisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina satu konsensus yang paling luas mengenai tujuan pokok tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Secara fundamental, pemikiran rekonstruksianisme muncul karena terjadi kesenjangan antara teori dan praktik dalam pendidikan dan kekecewaan terhadap teori-teori umum (general theory) yang tidak dapat bersikap “kritis”. Sehingga diperlukan teori yang membumi (grounded theory) yang mampu mengapresiasi aspek sosial, budaya, dan politik secara maksimal. Serangan terhadap teori umum dimulai oleh C. Wright Mills dan mengalami puncaknya pada Habermas yang merupakan wakil terkemuka pada kecenderungan perlawanan terhadap teori-teori besar.
Rekonstruksianisme adalah filsafat sosial yang menuntut diperlukan suatu teori kritis yang substantif mengenai masyarakat yang dikembangkan ke taraf metateoritis dalam kaitannya dengan upaya refleksi diri terhadap teori dan metode. Hal ini dimotivasi oleh kepedulian yang mendalam terhadap nasib umat manusia di mana individu-individu sebagai insan sosial dikontekstualisasikan dalam totalitas sosial yang berupa kultur material dan spiritual. Aliran ini juga bertujuan melakukan emansipasi sosial dan berusaha menemukan teori sosial yang mampu memikul tanggung jawab berupa perlawanan terhadap status quo. Asumsi utama yang dikedepankan adalah upaya kritik yang lebih luas terhadap kenyataan bahwa kultur kapitalis yang merupakan suatu bentuk manipulasi dan penguasaan, yang secara total meresapi struktur psikis dan sosial.
Rekonstruksianisme mendasarkan pada dua premis mayor: (1) masyarakat membutuhkan rekonstruksi yang konstan atau perubahan, dan (2) perubahan sosial juga adalah rekonstruksi pendidikan dan menggunakan pendidikan sebagai wahana rekonstruksi masyarakat . Cakrawala utopian ini tetap menjadi perhatian utama dan ciri permanen yang menjadi landasan aliran rekonstruksianisme secara menyeluruh. Pada intinya rekonstruksianisme bertujuan untuk mengkongkretisasi kehidupan, di mana dibentuk institusi sosial yang diawasi masyarakat, anak, sekolah dan pendidikan dalam koodinasi sosial budaya dan cara serta arah pendidikan harus sesuai tuntutan masyarakat.
Sekalipun rekonstruksianisme lebih banyak dipengaruhi oleh pragmatisme John Dewey, tampaknya teori kritis yang dikembangkan mazhab Frankfurt ikut serta mewarnai variasi perspektif Marxian yang mendasari ide rekonstruksi dan perubahan sosial aliran rekonstruksianisme. Pada awal tahun 1900-an hingga 1930-an teori Marxian terus berkembang, diantaranya pendirian Institut Riset Sosial di Frankfurt, Jerman, oleh Felix J. Weil pada tanggal 3 Februari 1923. Institut ini dibesarkan oleh pemikir utama seperti Marx Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse, dan Jurgen Habermas. Berkuasanya rezim Nazi di Jerman membuat Institut ini berpindah ke Universitas Columbia di Amerika, dan seusai perang, tahun 1949 Horkheimer mengembalikan Institut ini ke Jerman.
Sebagaimana halnya rekonstruksianisme, aliran teori kritis juga merupakan filsafat sosial yang menurut Horkheimer bertujuan untuk menggariskan tugas-tugas “filsafat sosial”. Hal ini menunjukkan adanya minat yang sama terhadap suatu teori mengenai masyarakat yang dikembangkan dari pertemuan dialektis antara problem-problem filsafat kontemporer dengan riset ilmiah empiris.
Aliran kritis mengecam keras “industri pengetahuan” seperti sekolah, universitas dan lembaga penelitian yang menjadi struktur otonom di masyarakat, karena struktur ini akan senantiasa opresif untuk menanamkan kultur dominan di masyarakat. Habermas membedakan tiga sistem pengetahuan dan kepentingannya yang saling berhubungan. Tipe pertama adalah ilmu analitik atau sistem saintifik positivik klasik yang kepentingan dasarnya adalah kontrol teknis dan opresif yang dipaksakan pada lingkungan, masyarakat dan individu. Tipe kedua adalah pengetahuan humanistik yang kepentingan dasarnya adalah untuk memahami dunia dengan pandangan aposteriori agar dapat membantu kita untuk memahami diri dan memahami orang lain. Pengetahuan tipe ini tidak bersifat opresif dan dan membebaskan. Tipe ketiga adalah pengetahuan kritis yang didukung oleh Habermas dan pemikir mazhab Frankfurt pada umumnya. Kepentingan dasar yang melekat pengetahuan jenis ini adalah emansipasi manusia.
Paradigma kritis yang dikembangkan oleh mazhab Frankfurt tidak meninggalkan pengaruh yang mendalam pada aliran rekonstruksianisme sebagaimana halnya pada pedagogik kritis. Rekonstruksianisme memandang pendidikan adalah upaya rekonstruksi masyarakat secara terus menerus, bukan untuk merevolusi secara radikal suatu masyarakat dan terjadi upaya destruksi terhadap tatanan sosial yang sudah mapan di masyarakat tersebut.

B. Pandangan Filosofis Tokoh-tokoh Rekonstruksianisme

Rekonstruksianisme secara terminologis bukan sebuah filosofi dalam maknanya yang tradisional, karena tidak sampai pada aspek epistemologi dan logika secara mendetail. Hal ini dapat terlihat bahwa rekonstruksianisme lebih mencurahkan perhatian pada rekonstruksi sosial dan budaya di mana kita berpijak. Bisa dikatakan bahwa rekonstruksianisme hampir murni sebuah filsafat sosial, karena membawa penganutnya tidak menjadi filosof professional, akan tetapi menjadi sarjana dan aktifis pendidikan yang berkonsentrasi pada perbaikan kondisi sosial dan budaya.
Diantara tokoh rekonstruksianisme yang utama adalah George S. Counts (1889-1974). Dia merupakan figur penting dalam pendidikan di Amerika selama beberapa tahun dan menjadi professor pendidikan pada institusi pendidikan utama seperti universitas Yale, Chicago dan Columbia, serta merupakan penulis lusinan buku yang mengandung banyak aspek pendidikan, filsafat pendidikan dan sosiologi pendidikan .
Pandangan sentral Counts’ adalah ketika pendidikan dalam sejarah digunakan untuk mengenalkan peserta didik pada tradisi, budaya, sosial dan kondisi budaya, dalam waktu yang sama telah direduksi oleh sains modern, teknologi dan industrialisasi. Sehingga pendidikan sekarang harus diarahkan pada kekuatan positif untuk membangun kultur budaya baru dan mengeliminasi patologi sosial. Dia menegaskan bahwa pendidikan harus memiliki visi dan prospek untuk perubahan sosial secara radikal dan mengimplementasikan proyek tersebut. Counts’ menyeru para pendidik untuk membebaskan diri dari kebiasaan pendidik yang merasa nyaman menjadi pendukung status quo dan terjun bebas menjadi aktor perubahan sosial di masyarakat .
Dalam karya monumentalnya “Dare the School Build a New Social Order?” ia menulis:
Jika pendidikan progresif ingin sungguh-sungguh mendidik dan benar-benar progresif. Ia harus membebaskan diri dulu dari pelukan kelas menengah, lalu menghadapi setiap isu sosial dengan berani dan langsung, menjumpai kenyataan hidup yang paling jahannam sekalipun tanpa memicingkan mata, memantapkan hubungan timbal balik yang organik dengan komunitas, mengembangkan teori yang komprehensif dan realistis tentang kesejahteraan, mengambil visi tentang takdir manusia secara tegas dan lantang dan jangan cepat gemetar kalau bertemu dengan hantu yang bernama penanaman dan indoktrinasi.
Selain Counts’, tokoh yang berpengaruh pada pengembangan pemikiran aliran rekonstruksianisme adalah Theodore Brameld (1904-1987). Dia adalah penulis banyak buku, diantaranya: Toward a Reconstructed Philosophy of Education, Education as Power, dan Patterns of Educational Philosophy. Brameld mengajar filsafat dan filsafat pendidikan, hidup dan mengajar di Puerto Rico, dan pernah mengajar di universitas terkemuka di Amerika.
Brameld melihat rekonstruksianisme sebagai filsafat kritis yang tidak hanya mengapresiasi persoalan pendidikan, tetapi juga persoalan budaya. Dia melihat masalah kemanusiaan sedang berada di simpang jalan dan hampir mengalami kehancuran, hanya dengan berusaha penuh kita bisa menyelamatkan kemanusiaan tersebut. Karenanya dia melihat rekonstruksianisme juga sebagai filsafat nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai yang berdasarkan asas-asas supernatural yang menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis.
Brameld juga menekankan untuk membangun tujuan-tujuan yang jernih untuk pembebasan, dalam maksud lain dia menyebut persatuan dunia untuk menghilangkan bias yang ditimbulkan nasionalisme yang sempit dan menyatukan komunitas ke dalam pandangan dunia yang lebih luas. Hal tersebut akan menjadikan pemerintahan-pemerintahan dunia dan peradaban-peradaban dunia di mana orang-orang dari seluruh ras, negara, warna kulit dan kepercayaan ikut terlibat bersama dalam kedamaian dunia.
Menurutnya satu aktifitas filsafat yang utama adalah penjelajahan makna terhadap perbedaan konsepsi dari pusat tujuan penyatuan dunia. Rekonstruksianisme berusaha mencari kesepakatan semua orang tentang tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tata susunan baru seluruh lingkungannya. Tujuan ini hanya mungkin diwujudkan melalui usaha kerja sama semua bangsa-bangsa. Secara ringkas rekonstruksianisme bercita-cita mewujudkan dan melaksanakan sintesa, perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan teknologi modern dan seni modern di dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia. Rekonstruksianisme mencita-citakan terwujudnya satu dunia baru,dengan satu kebudayaan baru di bawah satu kedaulatan dunia ,dalam control mayoritas umat manusia.

C. Pokok-pokok Pemikiran Pendidikan Rekonstruksianisme

Diantara beberapa prinsi-prinsip pokok pemikiran yang dikembangkan rekonstruksianisme dapat diuraikan sebagai berikut antara lain:

1.      Dunia sedang dilanda krisis kemanusiaan, jika praktik-praktik pendidikan yang ada  
tidak segera direkonstruksi, maka peradaban dunia yang ada akan mengalami kehancuran. Krisis yang dimaksud adalah problem-problem sosial budaya yang timbul akibat semrawutnya persoalan pendudukan, sumber daya alam yang kian menipis, berakibat pada melonjaknya harga minyak dunia, kesenjangan global antara negara kaya dan miskin, kapitalisme global, proliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit dan penyalahgunaan teknologi. Seperti diketahui, teknologi saintifik adalah penyumbang terbesar terjadinya peperangan dan bisa membunuh manusia secara efisien lebih dari sebelumnya, tingginya tingkat kematian dari kecelakaan lalu-lintas dan industri menjadi harga yang sangat mahal dari kehidupan yang serba mekanistik saat ini. Teknologi saintifik juga menciptakan budaya rokok dan alkohol serta meningkatkan bahaya kimiawi yang terkandung pada makanan dan lahan pertanian.
2.      Perlunya sebuah tatanan sosial semesta. Maksudnya untuk mengatasi persoalan-persoalan global tersebut, perlu kolaborasi menyeluruh dari seluruh antar elemen bangsa-bangsa dunia untuk bersatu menciptakan tata sosial baru yang berasaskan keadilan dan kepentingan kemanusiaan seluruh umat manusia sedunia, dan mengabaikan batasan-batasan primordial seperti ras, warna kulit, suku, bangsa dan agama.
3.      Pendidikan formal adalah agen utama dalam upaya rekonstruksi tatanan sosial. Aliran rekonstruksianisme menilai sekolah-sekolah formal yang ada merefleksikan nilai-nilai sosial dominan yang hanya akan mengalihkan patologi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang saat ini mendera umat manusia. Karena nya sekolah-sekolah formal harus merekonstruksi secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi sosial. Bagi mereka pendidikan dapat menjadi instrumen penting untuk membentuk keyakinan masyarakat dan mengarahkan peralihannya ke masa depan.
4.      Metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan “asali” jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang valid bagi persoalan-persoalan umat manusia. Dalam perspektif rekonstruksianis, adalah sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada kesempatan-kesempatan untuk memilih diantara keragaman pilihan-pilihan ekonomi, politik, sosial. Di sisi lain menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mau mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya secara publik. Lebih dari itu rekonstruksianisme mempunyai kepercayaan besar terhadap kecerdasan dan kemauan baik manusia.
5.      Pendidikan formal adalah bagian tak terpisahkan dari solusi sosial dalam krisis dunia global, dan terlibat aktif dalam mengajarkan perubahan sosial. Pendidikan harus memantikkan kesadaran peserta didik akan problematika sosial dan mendorong mereka untuk secara aktif memberikan solusi. Kesadaran sosial (social consciousness) dapat ditumbuhkan dengan menanamkan sikap dan daya kritis terhadap isu-isu kontroversial dalam agama, masyarakat, ekonomi, politik dan pendidikan. Kajian dan diskusi kritis akan membantu para peserta didik melihat ketidak adilan dan ketidak fungsian beberapa aspek system sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif alternative bagi kebijaksanaan konvensional.

D. Desain Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Ada beberapa ciri dari desain kurikulum ini :
1.      asumsi. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosisla adalah mengahadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
2.      masalah-maslah sosial yang mendesak. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial yang mendesak.
3.      pola-pola organisasi. Pada tingkat sekolah menengah, poal organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengah-tengahnya sebagi poros dipilih sesuatu maslah yang menjadi gtema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatavn jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk. Pola desain kurikulum rekonstruksi social

E. KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM REKONSTRUKSI SOSIAL

a. Tujuan dan isi kurikulum
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah 1. Mengadakan survai 2. Mengadakan study tentang hubungan sebuah program 3. Mengadakan study latar belakang 4. Mengkaji praktek program 5. Memantapkan rencana 6. Mengevaluasi semua rencana.

b. Metode
dalam pengajran rekonstruksi social para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. Kerja sama antara individu dalam kegitan kelompok, maupun kelompok dalam kegiatan pleno sangat mewarnai metode rekonstruksi social.

c. Evaluasi
dalam kegiatan evaluasi para siswa juga dilibatkan akan tetapi evaluasi tidak hanya menilai apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

F. PELAKSANAAN PENGAJARAN REKONSTRUKSI SOSIAL

Pengajaran rekonstruksi social banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat mereka. Sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, bengan bantuan biaya dari pemerintah sekolah berusaha mengembangkan potensi tersebut. Di daerah pertanian umpamanya sekolah mengembangkan bidang pertanian dan peternakan, di daerah industry mengembangkan bidang-bidang industry. Paulo freize adalah tokoh yang banyak memberikan kontribusi baik teori maupun praktek dalam pengajaran rekonstruksi social.
Di daerah Amerika latin memerangi kebodohan dan keterbelakangan mereka menggalakan gerakan budaya akal budi (conscientization). Gerakan ini adalah merupakan suatu proses pendidikan atau pengajaran di mana siswa tidak diperlakukan sebagai penerima tetapi sebagai pelajar yang aktif. Mereka berusaha membuka diri, memperluas kesadaran tentang realitas social budaya dan dengan segala kemampuannya berupaya mengubah dan meningkatkannya. Sekolah berusaha memberikan penerangan dan melatih kemampuan untuk melihat dan mengatasi hanbatan-hambatan yang dihadapi, meningkatkan kemampuan memcahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dengan gerakan ini mereka membantu masyarakat memahami fakta-fakta dan masalah-masalah yang dihadapinya dalam konteks kondisi masyarakat mereka.
Shane menyarankan para pengembang kurikulum, agar mempelajari kecendrungan (trends) perkembangan. Kecendrunagn utama adalah perkembangan teknologi dengan berbagai dampaknya terhadap kondisi ekonomi, politik, social dan budaya. Dalam perkembangan social yang perlu mendapatkan perhatian utama adalah perkembangan manusia, baik mengidentifikasikan dan menganalisis kecendrungan-kecendrungan tersebut diperlukan bantuan dari para ahli disiplin ilmu. Dalam pemecahan problemlema social dan membuat kebijaksanaan social diperlukan musyawarah dengan warga masyarakat.
Pandangan rekonstruksi social berkembang karena keyakinannya pada kemampuan manusia untuk membangun dunia yang lebih baik.. juga penekanannya tentang peranan ilmu dalam memcahkan masalah-masalah social.

KESIMPULAN/PENUTUP

Dalam dunia pendidikan terdapat empat aliran yang sangat berpengaruh salah satunya adalah aliran interaksionis yang mempunyai metode dan konsep kurikulum yang berbeda dengan aliran yang lain metode dan konsep kurikulum aliran interaksionis sering disebut dengan rekonstruksi social. Kurikulum rekonstruksi social ini mempunyai latar belakang yang sangat panjang yang sudah dijelaskan diatas dan dilengkapi dengan pandangan para tokoh rekonstrusi social yang selalu memberikan kontribusi dan perhatian terhadap dunia ini terutama dalam dunia pendidikan. Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum rekonstruksi social mempunyai pandangan bahwa pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama antara sisawa dengan siswa, siswa dengan guru maupun interaksi siswa dengan lingkungan sekitar. Tujuan dari kurikulum rekonstruksi social ini untuk menciptakan manusia atau peserta didik mampu memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Kurikulum rekonstruksi social mempunyai desain yang tentunya berbeda dengan kurikulum lain, desain kurikulum rekonstruksi social mempunyai bebrapa cirri antara lain (a). Asumsi (b). masalah-maslah social yang mendesak (c). pola-pola organisasi. Sedangkan untuk komponen-komponen kurikulum rekonstruksi social terbagi menjadi tiga (1). Tujuan dan isi kurikulum yang didalmnya mencakup mengadakan survai, mengadakan studi tentang hubungan antara program, mengadakan studi latar belakang, mengkaji praktek, memantapkan rencana, dan mengevaluasi semua rencana. (2). Metode yang bertujuan untuk mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan siswa. (3). Evaluasi. Sedangkan untuk pelaksanaan pengajaran rekonstruksi social ini banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi.

Kurikulum Subjek Akademik


Kurikulum Subjek Akademik

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya ini akhirnya kita dapat menyelesaikan tugas membuat makalah mata kuliah Pengantar Kurikulum. Makalah ini berjudul “KURIKULUM SUBJEK AKADEMIK” Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada: Dosen Mata Kuliah Pengantar Kurikulum Pak Khaerudin. Teman-teman sekelompok dan semua pihak yang telah membantu dalam rangka menyelesaikan makalah ini.

                                                              BAB I 
                                                     PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan konsep kurikulum selalu mengikuti perkembangan zaman dan pada setiap negara sangat terkait dengan kebijakan yang diambil oleh penguasa. Khususnya di Indonesia, kurikulum selalu mengalami perubahan. Pada saat ini telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004. Sesuai dengan tuntunan zaman sekarang ini yang mengharuskan setiap manusia siap, otomatis pendidikan mmempunyai peranan yang amat penting. Pastinya baik, bermutu tidaknya sebuah institusi pendidikan sangat bergantung pada system kurikulumnya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam kesempatan kali ini kami akan mencoba memaparkan beberapa poin tersebut dibawah ini :
1. Apakah kecenderungan yang tambah itu ?
2. Bagaimanakah cirri kurikulum subjek akademik ?
3. Seperti apa publikasi kurikulum subjek akademik ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami mengangkat judul ini adalah :
1. Memberi wahana dan pandangan baru
2. Memanfaatkan pengetahuan kita yang sudah mulai kritis akan kurikulum
3. Menyiapkan diri setiap generasi agar siap menghadapi persaingan ilmu pengetahuan
4. Memperjelas keberadaan kurikulum
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model Subjek Akademik

Model konsep kurikulum ini adalah model yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri, kurikulumnya mirip dengan tipe ini. Sampai sekarang, walaupun telah berkembang tipe-tipe lain, umumnya sekolah tidak dapat melepaskan tipe ini. Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu tersebut.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu. Sesuai dengan bidang disiplinnya para ahli, masing-masing telah mengembangkan ilmu secara sistematis, logis, dan solid. Karena kurikulum sangat mengutamkan pengetahuan maka pendidikannya lebih bersifat intelektual. Nama-nama mata pelajaran yang menjadi isi kurikulum hampir sama dengan disiplin ilmu, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman, sejarah, dan sebagainya. Kurikulum subjek akademis tidak berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangnnya secara berangsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang dipilih sangat bergantung pada segi apa yang dipentingkan dalam materi pelajaran tersebut.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Dalam buku yang berjudul “The Process of Education” Jerome Bruner mengusulkan bahwa rancangan kurikulum didasarkan pada struktuk disiplin akademik, Ia mengusulkan bahwa kurikulum mata pelajaran seharusnya ditentukan oleh pengertian yang paling mendasar yang dapat dicapai dari prinsip yang mendasari yang memberikan struktur pada suatu disiplin. Sebuah contoh dari kurikulum yang didasarkan atas struktur pengetahuan adalah Man : A course of Study (MACOS).
MACOS adalah kurikulum yang dirancang oleh siswa-siswa sekolah dasar dan terdiri dari buku, film, poster, catatan permainan dan bahan ruang kelas yang lain. Kurikulum ini menyatakan tentang manusia. Tiga pertanyaan penting pokok menjelaskan arti permasalahan intelektual dan menunjukan anggapan MACOS : apakah arti manusia dalam hubunganya dengan kemanusiaan ? Bagaimana mereka memperoleh cara itu bagaimana mereka dapat dibuat lebih manusiawi? Pengembangan pengembangan pelajaran menghandaki anak agar kakuatan pokok yang telah membentuk dan melanjutkan untuk membentuk kemanusiaan : Bahasa, pemakaian alat, organisasi social, mythology dan ketidak dewasaan yang berkepanjangan.
Model itelektual digunakan agar menyebabkan gagasan dapat dimengerti anak sesuai peraturan. Anak diberikan contoh lapangan dan didorong memberikan gagasan mereka tentang binatang dan ornag dengan cara yang dilakukan oeh ahli-ahli etnologi dan ahli antropologi. Tujuan dari MACOS adalah itelektual : memberikan anak rasa hormat dan kepercayaan akan kekuatan pikiran mereka sendiri dan memperlengkapi mereka dengan serangkaian model yang dapat dikerjakan yang membuatnya lebih mudah menganalisis hakikat lingkungan social. Adapun model dari penilaianya meliputi : model ilmiah tentang observasi, spekulasi, pembuatan dan ujian hipotesisi, mengerti tentnag disiplin ilmu pengetahuan social dan kegembiraan penemuan.

2.2 Ciri-ciri Kurikulum Subyek Akademik
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”. Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulm subjek akademis adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan)siswa sampai mereka kuasai. Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berfikir dan mengamatin digunakan dalam ilmuj kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan dalam seni dan koherensi dalam sejarah.

1.      Maksud dan Fungsi
Maksud kurikulum adalah melatih siswa dalam menggunakan gagasan yang paling bermanfaat dan proses menyelidiki masalah riset khusus. Siswa diharapkan memperoleh konsep dan methode untuk melanjutkan pertumbuhan dalam masyarakat lebih luas.

2.      Metode-Metode Kurikulum Subjek Akademik
Adalah dengan cara :
Pameran (eksposisi), penyelidikan merupakan dua titik teknik yang secara umum digunakan dalam kurikulum akademik.
Masalah atau gagasan dirumuskan dan diupayakan sehingga dapar dipahami mereka memeriksa pernyataan untuk menerangkan arti, landasan logika, dan dukungan factual mereka. Buku yang telah sangat terpengaruh kehidupan besar tidak diabaikan.

3.      Organisasi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
• correlated curriculum adalah pola organisasi materi tau konsep yang dipelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
• Unified atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-tema pelajran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
• Integrated curriculum. Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
• Problem Solving Curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajarn atau disiplin ilmu.


2.3 Penyesuaian Pelajaran dengan Perkembangan
Para pengembang kurikulum subjek akademis, lebih mengutamakan penyususnan bahan secara logis dan sistematis daripada menyalaraskan urutan bahan dengan kemampuan berpikir anak. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di atas dalam perkembangan selanjutnya dilakukan beberapa penyempurnaan. Pertama, untuk mengimbangi penekannya pada proses berfikir, mereka mulai mendorong penggunaan intuisi dan tebakan-tebakan. Kedua, adanya upaya-upaya untuk menyesuaikan pelajaran dengan perbedaan individu dan kebutuhan setempat. Ketiga, pemanfaatan fasilitas dan sumber yang ada pada masyarakat.

2.4 Pemilihan Disiplin Ilmu
Masalah besar yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum subjek akademis adalah bagaimana memilih materi pelajaran dari sekian banyak disiplin ilmu yang ada. Apabila ingin memiliki penguasaan yang cukup mendalam maka jumlah disiplin ilmunya harus sedikit. Apabila hanya mempelajari sedikit disiplin ilmu maka penguasaan para siswa akan sanagt terbatas, sukar menerapkannya dalam kehidupan masyarakat secara luas. Apabila disiplin ilmunya cukup banyak, maka tahap penguasaannya akan mendangkal. Anak-anak akan tahu banyak tetapi pengetahuannya hanya sedikit-sedikit (tidak mendalam).

Ada beberapa saran untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu:
·         Mengusahakan adanya penguasaan yang menyeluruh (comprehensiveness) dengan menekankan pada bagaimana cara menguji kebenaran atau mendapatkan pengetahuan.
·         Mengutamakan kebutuhan masyarakat (social utility), memilih dan menentukan aspek-aspek dari disiplin ilmu yang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat.
·         Menekankan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang menjadi dasar (prerequisite) bagi penguasaan disiplin-disiplin ilmu yang lainnya.

2.5 Bagaimana Harus Membuat Bahan Pelajaran yang Menarik Untuk Menumbuhkan Pemikiran
Kurikulum akademik telah ditutut untuk menempatkan logika dan keteraturan yang mendorong pemikiran akademik atas logika psikologik pelajar. Para akademis juga dikatakan tidak bersalah atad dua kesalahan kurikulum yaitu kesalahan isi dan kesalahan mengenaik keseluruhan (universalism). Kesalahan bahan memiliki sesuatu yang menarik seluruh gagasan tidaklah diciptakan sama dan beberapa konsep maupun generalisasi, beberapa gagasan dan hasil penyelidikan yang lalu lebih berguna dan mendalam dari pada hal lain.
Gagasan yang menjadi alat dan karya seni yang menjadi indah, apabila gagasan itu didekati melalui cara yang sesuai dalam penyelidikan dan persepsi kesalah keseluruhan tergantung pada kepercayaan bahwa beberapa daerah bahan mempunyai nilai universal, tanpa memperhatikan ciri siswa tertentu. Robet Maynar Hutchins, seorang pendidik Amerika yang terkenal ia mengatakan bahwa “pendidikan berarti pengajaran”. Pengajaran berarti ilmu pengetahuan sebagai kebenaran. Kebenaran adalah sama dimana-mana. Oleh karena itu pendidikan harus sama dimana-mana. Kurikulum dalam bahan akademik yang lebih baru menggalakkan instuisi terkaan yang tajam – sebagai alat untuk mengenali pikiran analisis dari disiplin ilmu.Program akademik yang tumbuh dalam negeri berkembang. Bahkan, program itu mungkin bertahan hidup lebih baik dari pada pemindahan secara nasional.

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Ahli akademik telah berupaya mengembangkan kurikulum yang membekali para pelajar memasuki dunia pengetahuan dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, mencatat hubungan, menganaslisis data dan menarik kesimpulan. Tetapi dalam pendekatan ini ditemukan beberapa kelemahan yakni :
1. Kegagalan untuk memberikan perhatian cukup terhadap tujuan integrative
2. Kecenderungan untuk memaksakan pandangan orang dewasa tentang bahan pelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

1. Neil. John D. MC “Kurikulum Sebuah Pengantar Komprehensif” Jakarta ; Wira Sari 1988
2. http://id.wikipedia.org/wiki/kurikulum

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan